REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Direktur Intelijen Nasional Amerika Serikat (AS) Avril Haines mengatakan Presiden China Xi Jinping tidak bersedia menerima vaksin Barat. Ia menambahkan meski unjuk rasa terbaru di China tidak mengancam kekuasaan Partai Komunis tapi mempengaruhi kedudukan pribadi Xi.
Walaupun angka infeksi harian Covid-19 tembus rekor tapi beberapa kota melonggarkan peraturan tes dan karantina Covid-19. Setelah peraturan ketat virus corona memicu perlambatan ekonomi dan gejolak di masyarakat.
Haines mengatakan meski Covid-19 berdampak pada ekonomi dan sosial China. "Xi tidak bersedia menggunakan vaksin yang lebih baik dari Barat, dan lebih mengandalkan vaksin China yang tidak efektif menghadapi Omicron," katanya.
"Melihat unjuk rasa dan responsnya terhadapnnya berlawanan dengan narasi yang ia suka ajukan, yang mana China juga lebih efektif dalam pemerintahan," kata Haines di acara Forum Pertahanan Reagan di California, Ahad (4/12/2022).
"Sekali lagi, pada saat ini kami tidak melihat gangguan pada stabilitas atau akan mengubah rezim atau apa pun yang seperti titu, (tapi) bagaimana ini berkembang akan penting bagi kedudukan Xi," tambahnya.
China tidak menyetujui vaksin Covid-19 asing sama sekali dan memilih memproduksi vaksin dalam negeri. Tapi beberapa penelitian menunjukkan vaksin domestik China tidak sama efektifnya dengan vaksin asing.
Menurut pakar ini artinya melonggarkan langkah pencegahan penyebaran di China cukup beresiko. Pada awal pekan ini Gedung Putih mengatakan China tidak meminta AS untuk mengirimkan vaksin.
Seorang pejabat AS mengatakan "saat ini tidak ada "ekspektasi" China akan menyetujui vaksin Barat.
"Tampaknya tidak masuk akal pada titik ini China akan memberi lampu hijau pada vaksin Barat, ini persoalan kebanggan nasional, dan mereka akan menelannya cukup banyak bila mengambil jalur itu," katanya.