REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mempertimbangkan usulan pemimpin Partai Republik Kevin McCarthy untuk mencabut kebijakan wajib vaksin Covid-19 bagi militer AS. McCarthy sedang bersaing untuk menjadi pemimpin House of Representative.
Sebelumnya di Fox News ia mengatakan saat bertemu Biden, ketua Senat dari Partai Demokrat Chuck Schumer, ketua House of Representative Nancy Pelosi dan Ketua Senat dari Partai Republik Mitch McConnell, ia memenangkan kesepakatan bipartisan untuk mencabut mandat tersebut.
McCarthy mengatakan dicabutnya mandat itu bagian dari Undang-undang Otorisasi Pertahanan Nasional atau NDAA senilai 817 miliar dolar AS. Anggaran tahunan untuk Pentagon yang diperkirakan akan diloloskan Senat dan House of Representative bulan ini. Namun Gedung Putih mengatakan Biden hanya sepakat untuk mempertimbangkan gagasan itu.
"Ketua McCarthy membahasnya dengan presiden dan presiden memberitahunya a mempertimbangkannya, menteri pertahanan merekomendasikan untuk mempertahankan mandat tersebut dan presiden mendukungannya, diskusinya mengenai NDAA yang sedang berlangsung," kata juru bicara Gedung Putih Olivia Dalton, Senin (5/12/2022).
Mandat yang mulai berlaku Agustus 2021 itu mewajibkan semua anggota personel AS divaksin Covid-19.
"Anda tahu apa yang dapat saya capai dari pertemuan itu? Untuk mampu, kami melihat di NDAA, dicabutnya mandat vaksinasi pada anggota militer pria dan wanita kami," kata McCarthy dalam wawancara dengan Sky News yang disiarkan Jumat (1/12/2022) malam lalu. "Saya tahu saya akan mendapatkannya, kami sedang mengerjakannya saat ini, saya yakin kami akan mendapatkannya," tambah McCarthy.
Belum ada komentar dari tiga pemimpin kongres lainnya soal pertemuan itu.
Mandat vaksin Pentagon menjadi subjek perlawanan keras konservatif dari Partai Republik. Termasuk beberapa anggota House yang mengancam menghalangi McCarthy menjadi ketua House saat Partai Republik menguasai majelis itu pada 3 Januari mendatang.
Data Departemen Pertahanan menunjukkan 3.717 marinir, 1.816 tentara dan 2.064 pelaut disersi karena menolak divaksin. Tetapi pengadilan federal tahun ini memblokir anggota militer dihukum karena menolak divaksin atas alasan agama.