Senin 05 Dec 2022 18:14 WIB

Menlu Finlandia: Ancaman Nuklir Rusia Alasan Bergabung dengan NATO

Invasi Rusia berarti membuat keamanan di Eropa telah berubah.

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menunjukkan dokumen saat Swedia dan Finlandia mengajukan keanggotaan di Brussels, Belgia, Rabu 18 Mei 2022. Invasi Rusia ke Ukraina telah meningkatkan kewaspadaan keamanan di Eropa, dengan retorika nuklir Moskow menjadi faktor kunci yang mendorong Finlandia untuk bergabung dengan kelompok Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Foto: Johanna Geron, Pool via AP
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menunjukkan dokumen saat Swedia dan Finlandia mengajukan keanggotaan di Brussels, Belgia, Rabu 18 Mei 2022. Invasi Rusia ke Ukraina telah meningkatkan kewaspadaan keamanan di Eropa, dengan retorika nuklir Moskow menjadi faktor kunci yang mendorong Finlandia untuk bergabung dengan kelompok Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

REPUBLIKA.CO.ID, LODZ -- Invasi Rusia ke Ukraina telah meningkatkan kewaspadaan keamanan di Eropa, dengan retorika nuklir Moskow menjadi faktor kunci yang mendorong Finlandia untuk bergabung dengan kelompok Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Hal itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Finlandia Pekka Haavisto.

"Invasi Rusia berarti realitas keamanan di Eropa telah berubah," kata Haavisto dalam wawancara baru-baru ini dengan Kyodo News di sela-sela pertemuan menteri luar negeri Organisasi Keamanan dan Kerjasama di Eropa yang diadakan di Lodz, Polandia.

Baca Juga

Ancaman nuklir Moskow telah membuat Finlandia merenungkan cara untuk merespons dan dari mana mendapatkan dukungan jika mengalami retorika semacam itu, kata Menlu Haavisto. Finlandia berbagi perbatasan sepanjang sekitar 1.300 kilometer dengan Rusia.

Kekhawatiran tentang ancaman nuklur Rusia itu adalah salah satu alasan yang mendorong Finlandia untuk membuat perubahan bersejarah pada kebijakan keamanannya dan menerapkannya pada Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), kata Haavisto.

Finlandia tetap netral sejak kehilangan sebagian wilayahnya pada Uni Soviet selama Perang Dunia II. Namun, menyusul invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, Finlandia dan Swedia sama-sama mengajukan permohonan untuk keanggotaan NATO pada Mei.

Proses pengajuan keanggotaan tersebut membutuhkan ratifikasi oleh 30 anggota aliansi itu, di mana Hongaria dan Turki adalah dua negara yang belum meratifikasi.

Menteri luar negeri Finlandia mengatakan Hongaria telah menyarankan untuk memberikan persetujuan pada awal Februari dan dia "sangat berharap selama musim semi semuanya akan dapat diselesaikan", termasuk ratifikasi oleh Turki.

Serangan baru-baru ini terhadap infrastruktur listrik Ukraina "sangat kejam" dan telah merampas fungsi pemanas, penerangan, dan sistem pembuangan limbah yang berfungsi bagi warga biasa, dan hal itu menunjukkan bahwa Rusia melancarkan "perang total" terhadap warga sipil di Ukraina, kata Haavisto.

Menyinggung soal suasana publik di Rusia, Haavisto mengatakan Finlandia sedang memperhatikan adanya perubahan setelah terdapat banyak korban.

"Perang lebih popular ketika Anda tidak harus mengirim kerabat dekat atau saudara laki-laki atau anak laki-laki Anda ke garis depan," katanya.

Menyusul keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin pada September untuk mobilisasi sebagian dari warga yang memiliki pengalaman militer, Haavisto mengatakan Finlandia menyaksikan "fenomena" di mana sekitar 40.000 orang meninggalkan Rusia melalui Finlandia dalam hitungan minggu. Masuknya warga (dari Rusia) telah menyebabkan pembatasan visa turis untuk Rusia, kata dia.

Menlu Finlandia itu juga menegaskan kembali pentingnya keselamatan nuklir bahkan dalam perang dan mengatakan bahwa kecelakaan serius di pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Zaporizhzhia yang dikendalikan Rusia di Ukraina selatan akan menjadi "salah satu skenario terburuk yang bisa terjadi".

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement