REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Presiden Aleksander Vucic akan meminta persetujuan NATO untuk mengerahkan militer dan polisi Serbia ke Kosovo utara yang bergejolak. Langkah ini dapat meningkatkan ketegangan yang sudah memanas di negara-negara Balkan.
"Kami akan meminta dari komandan The Kosovo Force (KFOR) untuk memastikan pengerahan personel tentara dan polisi Republik Serbia ke wilayah Kosovo dan Metohija,” kata Vucic, dilaporkan Aljazirah, Ahad (11/12/2022).
Permintaan ini adalah pertama kalinya Beograd berusaha untuk mengerahkan pasukan di Kosovo di bawah ketentuan resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengakhiri perang 1998-1999. NATO menjadi perantara melawan Serbia untuk melindungi Kosovo yang mayoritas penduduknya berasal dari Albania.
Resolusi itu mengatakan, Serbia dapat mengerahkan hingga 1.000 pejabat militer, polisi, dan bea cukai ke situs-situs keagamaan Kristen Ortodoks, jika penempatan itu disetujui oleh komandan KFOR. Daerah itu mayoritas dihuni oleh penduduk asal Serbia.
Kosovo mendeklarasikan kemerdekaannya pada 2008 dan masih diakui sebagai bagian dari Serbia. Beograd, didukung oleh Rusia dan Cina menolak untuk mengakui kenegaraan Kosovo. NATO masih memiliki sekitar 3.700 penjaga perdamaian yang ditempatkan di bekas provinsi Serbia itu untuk mencegah kekerasan antara etnis Albania dan Serbia.
Kantor Perdana Menteri Kosovo Albin Kurti mengatakan, langkah Serbia akan menjadi "tindakan agresi" dan indikasi kecenderungan Serbia untuk mengacaukan kawasan. Pernyataan Vucic muncul setelah serentetan insiden dan ketegangan yang meningkat antara otoritas Kosovo dan Serbia-Kosovo yang merupakan mayoritas di wilayah utara Kosovo.
Pada Sabtu (10/12/2022), warga Serbia-Kosovo baku tembak dengan petugas polisi di wilayah utara yang bergolak. Presiden Kosovo Vjosa Osmani mengumumkan bahwa pemilihan lokal yang dijadwalkan pada 18 Desember di daerah itu akan ditunda hingga tahun depan.
Baku tembak pecah setelah Serbia memblokir jalan-jalan utama di wilayah utara untuk memprotes penangkapan mantan anggota polisi Kosovo yang mundur dari jabatannya bulan lalu, bersama dengan pejabat etnis Serbia lainnya.
Pihak berwenang di Pristina mengatakan, mantan polisi Dejan Pantic ditangkap karena diduga menyerang kantor komisi pemilihan. Walikota Serbia di kota Kosovo utara, bersama dengan hakim lokal dan sekitar 600 petugas polisi mengundurkan diri bulan lalu sebagai protes atas keputusan pemerintah untuk mengganti pelat nomor mobil yang dikeluarkan Beograd dengan yang dikeluarkan oleh Pristina.
Polisi mengatakan, blokade pada Sabtu menghentikan lalu lintas, dan mereka terpaksa menutup dua penyeberangan perbatasan antara Kosovo dan Serbia. Belakangan, mereka mengatakan mendapat kecaman di beberapa lokasi dekat danau yang berbatasan dengan Serbia.
Dalam upaya meredakan ketegangan, Presiden Kosovar Osmani mengumumkan penundaan pemilihan lokal hingga 23 April di kota utara Mitrovica, Zubin Potok, Zvecan dan Leposavic. Uni Eropa juga telah memperingatkan Serbia dan Kosovo untuk menyelesaikan perselisihan secara damai dan menormalisasi hubungan jika mereka ingin dianggap memenuhi syarat untuk menjadi anggota blok tersebut.