Rabu 14 Dec 2022 06:20 WIB

Warga Suriah Hadapi Musim Dingin yang Mengerikan

Jika bantuan terhambat, jutaan warga Suriah tidak dapat bertahan di musim dingin.

Rep: Mabruroh / Red: Dwi Murdaningsih
Para pengungsi Suriah di kamp perbatasan dengan Lebanon sangat menderit di musim dingin.
Foto: unicef
Para pengungsi Suriah di kamp perbatasan dengan Lebanon sangat menderit di musim dingin.

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Sekjen PBB memperingatkan bahwa situasi kemanusiaan di Suriah semakin memburuk. Jika pengiriman bantuan dari Turki ke barat laut yang dikuasai pemberontak tidak diperbarui bulan depan, jutaan warga Suriah mungkin tidak dapat bertahan di musim dingin ini.

Sekretaris Jenderal Antonio Guterres mengatakan dalam laporan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa bantuan lintas batas ke barat laut tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari operasi kemanusiaan untuk menjangkau semua orang yang membutuhkan. 

Baca Juga

Pengiriman melintasi garis konflik di dalam negeri, yang ditekankan oleh sekutu dekat Suriah, Rusia telah meningkat. Namun, Guterres menekankan bahwa bantuan itu tidak dapat menggantikan operasi besar-besaran lintas batas PBB.

Rusia juga telah mendorong proyek pemulihan awal di Suriah. Guterres mengatakan setidaknya 374 proyek telah terjadi di seluruh negeri sejak Januari, yang secara langsung memberikan manfaat kepada 665 ribu orang. Namun menurutnya bantuan masih diperlukan perluasan lebih lanjut.

“Bantuan lintas batas tetap menjadi jalur kehidupan bagi jutaan orang dan pembaharuan resolusi Dewan Keamanan yang mengesahkan pengiriman lanjutan tidak hanya kritis tetapi keharusan moral dan kemanusiaan,” ujar dia dilansir dari Arab News, Rabu (14/12).

Menurut laporannya, 7,5 juta orang tinggal di daerah yang tidak berada di bawah kendali pemerintah Suriah. Mereka berada di seberang utara dengan sejumlah kecil di Rukban di tenggara. Sementara sekitar 6,8 juta di antaranya membutuhkan bantuan kemanusiaan karena konflik yang meluas.

Setelah 11 tahun konflik, negara ini masih memiliki jumlah pengungsi internal terbesar di dunia. Hal ini mendorong salah satu krisis pengungsi terbesar di dunia, dan situasi kemanusiaan terus memburuk.

Situasi yang sudah mengerikan ini diperparah dengan penyebaran kolera di seluruh negeri, pandemi Covif-19, ekonomi dan iklim yang memburuk.

“Akibat dari tantangan tersebut, pada tahun 2023, 15,3 juta orang dari total populasi 22,1 juta diperkirakan membutuhkan bantuan kemanusiaan, dibandingkan dengan 14,6 juta orang pada tahun 2022,” kata Sekjen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement