REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Australia telah menandatangani kesepakatan keamanan baru dengan negara kepulauan Oseania, Vanuatu, sebagai bagian dari kompetisi berkelanjutan dengan Cina untuk mendapatkan pengaruh di Pasifik. Pakta keamana tersebut mencakup bantuan kemanusiaan, bantuan bencana, penegakan hukum, keamanan dunia maya, pertahanan, keamanan perbatasan, dan keselamatan maritim.
“Kita semua memiliki tanggung jawab untuk memastikan keputusan berdaulat dalam meningkatkan keamanan semua anggota Pasifik, dan kita sangat bangga menjadi mitra keamanan utama pilihan Vanuatu,” kata Menteri Luar Negeri Australia, Penny Wong.
Awal tahun ini, Cina menandatangani kesepakatan keamanan dengan Kepulauan Solomon, yang menimbulkan kekhawatiran di Pasifik Selatan bahwa kesepakatan itu dapat menyebabkan peningkatan kehadiran militer Cina di Pasifik. Australia telah melawan langkah Cina yang berupaya memperluas misi diplomatiknya ke Pasifik.
Wong mengatakan, keputusan tentang bagaimana negara-negara Pasifik ingin terlibat dengan Australia, tingkat kerja sama yang mereka cari, dan apa yang mereka pilih untuk diprioritaskan, adalah pilihan masing-masing negara. Delegasi yang dipimpin Wong ndi ikut serta dalam serah terima dermaga baru dan kapal polisi. Dermaga ini dibangun sebagai bagian dari Program Keamanan Maritim Pasifik Australia.
Dari Vanuatu, delegasi melakukan perjalanan ke Palau dan kemudian Mikronesia. Palau adalah salah satu dari sedikit negara tersisa yang terus memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan, bukan Cina.
Presiden Palau Surangel Whipps Jr. mengatakan, ekonomi tidak boleh digunakan untuk mempengaruhi kebijakannya. “Ada banyak investasi Cina di Palau. Saya pikir mereka adalah investor asing No.1 sekarang Ini mengubah dinamika politik,” katanya kepada Australian Broadcasting Corp.
Whipps juga memuji Australia karena meningkatkan target pengurangan emisi gas rumah kaca menjadi 43 persen pada akhir dekade ini. Terapi Whipps ingin negaranya mengambil upaya lebih jauh lagi dalam pengurangan emisi.
“Kami ingin melihat pengurangan 50% pada tahun 2030,” kata Whipps.
Banyak negara Pasifik memandang perubahan iklim sebagai tantangan terbesar dan ancaman eksistensial. Karena permukaan laut naik dan badai yang lebih kuat mengancam bencana banjir di banyak pulau dataran rendah.