REPUBLIKA.CO.ID, ASHGABAT -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, dia tetap melanjutkan dialog dengan Rusia dan Ukraina guna mengakhiri konflik antara kedua negara tersebut. Menurutnya, peluang untuk merealisasikan hal itu masih terbuka.
“Kita menyaksikan, bersama dengan kesepakatan (koridor) gandum dan pertukaran tahanan (antara Rusia-Ukraina), bahwa jalan menuju perdamaian dapat dibuka jika diplomasi diberi kesempatan,” kata Erdogan di sela-sela pertemuan puncak trilateral bersama presiden Azerbaijan dan Turkmenistan yang digelar di kota Awaza, Rabu (14/12/2022), dikutip Anadolu Agency.
Erdogan masih optimistis Turki dapat mendamaikan Moskow dan Kiev. “Kami melanjutkan pembicaraan kami dengan (Presiden Rusia Vladimir) Putin dan (Presiden Ukraina Volodymyr) Zelensky ke arah ini (perdamaian). Mudah-mudahan, pertama-tama kami akan mencapai gencatan senjata dan kemudian perdamaian abadi di wilayah kami,” ucap Erdogan.
Erdogan menekankan, sejak awal konflik di Ukraina pecah, dia telah menyatakan bahwa perdamaian hanya dapat dibangun lewat dialog. “Sejak hari pertama, kami telah melakukan upaya tulus di tingkat bilateral dan lainnya untuk menghentikan pertumpahan darah dan mengakhiri konflik," katanya.
Akhir pekan lalu, kantor kepresidenan Turki mengumumkan bahwa Erdogan telah melakukan percakapan via telepon dengan Putin. “Presiden Erdogan menyatakan keinginan tulusnya untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina secepat mungkin," ungkapnya, Ahad (11/12/2022) lalu.
Kendati demikian, Erdogan pun menyampaikan kepada Putin bahwa dia menolak langkah Rusia menganeksasi empat wilayah Ukraina, yakni Luhanks, Donetsk, Kherson, dan Zaporizhzhia. Erdogan menilai, tindakan tersebut merupakan pelanggaran berat hukum internasional.
Kremlin mengonfirmasi percakapan yang dijalin Erdogan dengan Putin. Menurut Kremlin, Putin dan Erdogan pun sempat membahas tentang penerapan kesepakatan koridor gandum Laut Hitam atau Black Sea Grain Initiative (BSGI). “Kesepakatan itu bersifat kompleks, yang membutuhkan penghapusan hambatan pasokan yang relevan dari Rusia untuk memenuhi permintaan negara-negara paling membutuhkan,” kata Kremlin.
BSGI disepakati Rusia dan Ukraina pada 22 Juli lalu di Istanbul, Turki. PBB dan Turki menjadi pihak yang mengawasi proses penandatanganan kesepakatan tersebut. Lewat BSGI, Moskow memberi akses kepada Ukraina untuk mengekspor komoditas biji-bijiannya, termasuk gandum, dari pelabuhan-pelabuhan mereka di Laut Hitam yang kini berada di bawah kontrol pasukan Rusia. Itu menjadi kesepakatan paling signifikan yang dicapai sejak konflik Rusia-Ukraina pecah pada 24 Februari lalu.
Rusia dan Ukraina merupakan penghasil 25 persen produksi gandum dan biji-bijian dunia. Sejak konflik pecah Februari lalu, rantai pasokan gandum dari kedua negara itu terputus.
Ukraina tak dapat melakukan pengiriman karena jalur pengiriman dan pelabuhan-pelabuhan mereka berada di bawah kontrol Rusia. Sementara Moskow tak bisa mengekspor karena adanya sanksi Barat. Hal itu sempat memicu kekhawatiran bahwa dunia bakal menghadapi krisis pangan.