REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK— Menteri Luar Negeri Pakistan, Bilawal Bhutto Zardari, mendesak komunitas internasional untuk membedakan upaya perlindungan hak-hak perempuan Afghanistan dengan situasi ekonomi dan kemanusiaan negara itu ketika menangani isu Taliban.
"Tidak ada yang percaya bahwa dengan membiarkan rakyat Afghanistan kelaparan maka kita tidak dapat mencapai pemberdayaan perempuan atau tujuan lainnya," ujar Zardari kepada Anadolu di New York.
Dengan Taliban kembali berkuasa pada Agustus 2021, diikuti oleh gangguan bantuan keuangan internasional, telah membuat Afghanistan menghadapi krisis ekonomi, kemanusiaan, dan hak asasi manusia.
Di bawah Taliban, banyak hak perempuan dan anak perempuan dihapus, termasuk hak pendidikan.
Amerika Serikat dan negara-negara Barat menangguhkan bantuan keuangan setelah Taliban merebut kekuasaan. Pemerintahan Presiden Joe Biden membekukan 7 miliar dolar AS cadangan devisa bank sentral Afghanistan sebagai bagian dari sanksi terhadap kelompok garis keras itu.
Banyak negara telah mengajukan beberapa syarat untuk pengakuan Taliban, termasuk di antaranya perlindungan hak-hak perempuan, pembentukan pemerintahan yang inklusif, serta jaminan agar Afghanistan tidak menjadi surga bagi terorisme.
“Jika akses perbankan mereka akan ditutup, dana mereka akan ditutup? Anda tidak hanya menghukum pemerintah di Afghanistan, anda juga menghukum rakyat Afghanistan,” kata Zardari.
Sebanyak enam juta orang di Afghanistan menghadapi krisis pangan pada tingkat darurat di tengah kekurangan bantuan kemanusiaan karena kurangnya dana, demikian PBB.
Pakistan telah berulang kali menuntut keterlibatan dengan Taliban dan pencairan aset Afghanistan.
“Dunia perlu belajar dari terakhir kali ketika perang berakhir dan ketika dunia melepaskan diri, tidak ingin terlibat dengan Afghanistan, dan melupakan Afghanistan. Itu membuat kita berada dalam situasi yang sangat sulit," ujar Zardari.
“Semua kekuatan dunia harus kembali terlibat. Jadi, partisipasi itu penting," tambah dia.
Namun, Zardari juga mendesak Taliban untuk memenuhi janji yang mereka buat kepada komunitas internasional dan rakyat mereka.
“Kita tidak dapat mengharapkan pemerintah baru di Afghanistan untuk melakukannya dalam satu tahun dibandingkan pemerintah lama Afghanistan yang tidak dapat melakukannya dalam 20 tahun,” kata dia.
“Untuk melakukannya dalam waktu satu tahun sedikit sulit. Bahkan di sini, di Amerika Serikat, mungkin ketika pemerintahan baru berkuasa, mereka tidak berhasil memenuhi semua janji mereka di tahun pertama," tutur Zardari.