REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Beberapa bulan lalu, Talal Al-Shaer meminta kedua putranya melakukan perjalanan yang aman saat berangkat dari Jalur Gaza melalui rute berliku yang diharapkan membawa ke kehidupan baru di Eropa. Mereka ingin merasakan bebas dari kemiskinan dan perang.
Tapi kapal yang membawa mereka menyeberangi Laut Mediterania dari Libya tenggelam segera setelah berangkat. Satu anak tenggelam, tubuhnya kembali, sedangkan yang lain menghilang.
Alih-alih membawa kabar bahagia kepada teman-teman tentang keberhasilan migrasi, Al-Shaer menerima belasungkawa pada Ahad (18/12/2022). "Seluruh generasi hilang, menderita, blokade, pekerjaan langka, kesehatan mental yang buruk. Itulah yang mendorong mereka untuk bermigrasi," katanya menjelang pemakaman putranya bernama Mohammad yang jenazahnya dikembalikan bersama tujuh warga Palestina lainnya. .
Terdapat tiga orang lainnya, di antaranya putra Al-Shaer bernama Maher masih hilang.
Sebanyak 2,3 juta orang Gaza tidak asing dengan kesulitan, setelah beberapa dekade perang dengan Israel ditambah pengekangan ekonomi membuat kelaparan, hingga perpecahan antara faksi-faksi Palestina. Menurut Bank Dunia, pengangguran di Gaza mencapai sekitar 50 persen dan lebih dari separuh penduduknya hidup dalam kemiskinan.
Tapi, dari ribuan orang yang menghadiri pemakaman para migran korban tenggelam, ada tambahan kemarahan dan keputusasaan atas kapal karam yang terjadi pada Oktober itu. Sementara migrasi berbahaya ke Eropa meningkat dalam beberapa tahun terakhir dari seluruh Timur Tengah, warga Palestina merasa sangat terdorong menempatkan diri dalam bahaya dan rentan terhadap penyelundupan.
"Geng penyelundup manusia berada di balik perjalanan migrasi ilegal ini dan mereka mengeksploitasi para pemuda ini, meminta bayaran hingga 10 ribu dolar AS per orang. Ini adalah perjalanan kematian," kata pejabat Kementerian Luar Negeri Palestina Ahmad al-Deek.
Al-Deek mengatakan, jumlah total migran Palestina tidak diketahui. Para pemuda yang dimakamkan itu menyeberangi Mesir sebelum terbang ke Libya untuk menunggu berbulan-bulan agar bisa berlayar. Deek mengatakan penyelundup terkadang menenggelamkan kapal sendiri jika merasa terancam dan menipu orang tentang risikonya.
Al-Shaer ingat saat mengirim Muhammad untuk melakukan perjalanan dengan menghantarkan harapan. "Pergilah. Semoga Anda menemukan kehidupan yang lebih baik, kehidupan yang bermartabat," ujarnya.