REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada Rabu (21/12/2022) mengesahkan resolusi yang meminta junta militer Myanmar membebaskan pemimpin terguling negara itu, Aung San Suu Kyi, dan semua tahanan lainnya yang ditangkap sewenang-wenang. Sebanyak 12 anggota Dewan Keamanan PBB mendukung resolusi yang menuntut penghentian kekerasan di Myanmar, sementara China, Rusia, dan India abstain.
Dewan beranggotakan 15 negara itu telah lama terpecah belah terkait krisis Myanmar lantaran sikap China dan Rusia. Pada 1 Februari 2021, pemerintah Suu Kyi dilengserkan melalui kudeta militer setelah partai Liga Demokrasi nasional yang dipimpinnya unggul dalam pemilu November tahun sebelumnya.
Kudeta Myanmar disusul kerusuhan sipil yang meluas ketika masyarakat mengecam penggulingan Suu Kyi dan penerapan pemerintahan militer. Junta menahan Suu Kyi dan sejumlah pejabat lainnya serta menindak keras para pengunjuk rasa. PBB memperingatkan bahwa Myanmar telah jatuh ke dalam perang saudara.
Utusan AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan resolusi ini hanya mewakili langkah untuk menyudahi pertumpahan darah. Ia menambahkan bahwa masih banyak lagi yang harus dilakukan. Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun berpendapat bahwa tidak ada solusi cepat untuk menyelesaikan isu tersebut.