Jumat 23 Dec 2022 11:09 WIB

G7 Janjikan Bantuan 32 Miliar Dolar AS untuk Ukraina pada 2023

Dana bantuan tersebut sudah mencakup 19 miliar dolar AS dari Uni Eropa.

Sebuah karya seni yang dibuat oleh seniman jalanan Inggris Banksy di sebuah bangunan yang dihancurkan oleh tentara Rusia, terlihat di antara puing-puing yang tertutup salju di Borodyanka, wilayah Kyiv, Ukraina, Selasa, 6 Desember 2022.
Foto: AP/Efrem Lukatsky
Sebuah karya seni yang dibuat oleh seniman jalanan Inggris Banksy di sebuah bangunan yang dihancurkan oleh tentara Rusia, terlihat di antara puing-puing yang tertutup salju di Borodyanka, wilayah Kyiv, Ukraina, Selasa, 6 Desember 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Para menteri keuangan dari Kelompok Tujuh negara industri (G7) pada Kamis (22/12/2022) berjanji untuk memberikan dana bantuan hingga 32 miliar dolar AS (sekitar Rp 498,3 triliun) untuk membantu Ukraina menangani agresi berkepanjangan Rusia. Dana itu akan diserahkan pada 2023.

Para menteri keuangan yang bertemu secara daring itu mengatakan G7 tetap "berkomitmen kuat untuk menangani kebutuhan mendesak pembiayaan jangka pendek untuk Ukraina", menurut sebuah pernyataan.

Baca Juga

Bantuan senilai 32 miliar dolar AS itu akan memungkinkan Kiev untuk melanjutkan pengiriman layanan dasar, melakukan perbaikan untuk kebutuhan paling kritis dan menstabilkan ekonomi, kata para Menkeu G7. Dana bantuan tersebut juga sudah mencakup 19 miliar dolar AS dari Uni Eropa.

Sementara itu, menteri luar negeri G7 mengkritik Rusia karena telah menyerang fasilitas energi dan infrastruktur di Ukraina. Para menlu G7 pun sepakat untuk meningkatkan dukungan untuk membantu Ukraina bertahan di musim dingin yang keras, menurut sebuah pernyataan.

Serangan besar-besaran yang disengaja oleh Rusia, dengan menggunakan rudal dan pesawat nirawak dari Iran, "telah membuat jutaan orang Ukraina menderita kegelapan dan suhu musim dingin," kata pernyataan Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock.

Jerman menjadi tuan rumah pertemuan virtual tingkat menteri G7 sebelum rotasi kepresidenan G7 berpindah ke Jepang pada Januari.

Kelompok G7 beranggotakan Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, dan Amerika Serikat, ditambah Uni Eropa. Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi pada pertemuan itu menekankan bahwa penting bagi G7 untuk memperkuat kerja samanya karena invasi Rusia ke Ukraina sudah berlarut-larut, menurut keterangan Kementerian Luar Negeri Jepang.

Para menteri luar negeri G7 juga "mengecam keras" pemerintah Taliban di Afghanistan atas keputusannya baru-baru ini untuk melarang perempuan masuk universitas. Negara anggota G7 mendesak Taliban untuk mencabut larangan tersebut.

"Tindakan penghambatan berbasis gender bisa masuk dalam kejahatan terhadap kemanusiaan," kata para Menlu G7.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement