REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran Human Rights (IHR) pada Selasa (27/12/2022) melaporkan, 100 warga Iran yang berpartisipasi dalam protes anti-rezim terancam dieksekusi. Kelompok hak asasi manusia yang memantau pelanggaran di Iran itu mengatakan, para tahanan itu telah dijatuhi hukuman mati atau berisiko dihukum mati karena tuduhan mereka.
IHR mengatakan, angka 100 adalah minimal karena sebagian besar keluarga berada di bawah tekanan untuk tetap diam. IHR meyakini jumlah sebenarnya jauh lebih tinggi. Menurut IHR, para terdakwa telah dicabut haknya untuk mengakses pengacara.
“Mereka telah mengalami penyiksaan fisik dan mental, serta dipaksa membuat pengakuan palsu yang memberatkan diri sendiri," ujar IHR, dilaporkan Al Arabiya, Selasa (27/12/2022).
Iran telah mengeksekusi dua pengunjuk rasa yaitu Mohsen Shekari dan Majidreza Rahnavard. Pada Sabtu (24/12/2022) Mahkamah Agung Iran menguatkan hukuman mati terhadap Mohammad Ghobadlou (22 tahun) karena berpartisipasi dalam aksi protes anti-rezim. Aktivis memperingatkan bahwa nyawa Ghobadlou dalam bahaya.
Aksi protes nasional merebak di Iran sejak 16 September. Aksi ini dipicu oleh kematian wanita Kurdi, Mahsa Amini (22 tahun) di dalam tahanan. Amini meninggal setelah ditangkap oleh polisi moralitas di Teheran karena tidak menggunakan pakaian yang sesuai aturan negara.
Sejak kematian Amini, para pengunjuk rasa telah menyerukan kejatuhan rezim. Gerakan ini menjadi salah satu tantangan paling berani bagi Republik Islam Iran sejak didirikan pada 1979. Menurut IHR, sedikitnya 476 orang, termasuk 64 anak-anak dan 34 wanita, telah tewas dalam aksi protes tersebut akibat penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh pasukan keamanan.