REPUBLIKA.CO.ID, JUBA - Kekerasan komunal menewaskan 56 warga sipil di Sudan Selatan, pada Selasa (27/12/2022) waktu setempat. Konflik meletus di wilayah administrasi Greater Pibor antara kelompok pemuda bersenjata dari Greater Pibor dan negara tetangga Jonglei.
"Konflik dimulai kemarin (Senin) di kota Gumuruk dan Kongor di Pibor dan berakhir pada malam hari,” kata Menteri Penerangan Pibor Raya, Abraham Kelang Jiji seperti dikutip laman Anadolu Agency, Rabu (28/12/2022).
Jiji mengatakan 17 orang terluka dalam pertempuran. Pertempuran kemudian dimulai kembali pada Selasa pagi. Menurutnya, pemerintah telah mengerahkan tentara untuk melindungi warga sipil, meski situasinya masih lebih buruk.
"Para penyerang masih terus memerangi pemuda. Warga sipil, kebanyakan perempuan dan anak-anak, berada di bawah perlindungan pemerintah,” katanya.
Jiji mengatakan bahwa penyerang mencuri beberapa ternak. "Mereka juga menyerang fasilitas pemerintah. Kemarin, mereka menyerang barak militer dan membunuh satu tentara serta melukai 17 lainnya,” katanya.
Pemerintah negara bagian Jonglei mengutuk serangan terhadap warga sipil yang diduga pemuda dari Jonglei. "Kami sedih dan terkejut dengan laporan serangan biadab di kota Gumuruk di wilayah administrasi Greater Pibor oleh penjahat bersenjata yang diduga berasal dari negara bagian kami," kata Menteri Informasi dan Komunikasi Negara Bagian Jonglei John Samuel Manyuon dalam sebuah pernyataan.
Dia mendesak tersangka penyerang untuk segera menarik diri dari wilayah Greater Pibor. Manyuon menyebut tindakan seperti itu tidak dapat diterima dan tidak dapat ditoleransi.
"Kami menyerukan kepada Pemerintah Nasional untuk campur tangan dan menjadi bagian dari solusi untuk mengakhiri siklus kekerasan pembunuhan antar-komunal ini," kata pejabat itu.
Serangan terjadi beberapa hari setelah misi PBB di Sudan Selatan memperingatkan tentang kekerasan menyusul mobilisasi dan persiapan serangan oleh kelompok pemuda dan milisi bersenjata dari dua wilayah tersebut. Penggerebekan ternak, penculikan anak, dan serangan balas dendam telah menjadi sumber utama konflik antara pemuda bersenjata saingan di Sudan Selatan selama bertahun-tahun. Ketidakamanan tetap merajalela di seluruh negara Afrika Timur yang terkurung daratan itu meskipun pemerintah persatuan telah dibentuk pada Februari 2020.