REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) mendesak Taliban untuk membatalkan kebijakan larangan terhadap hak perempuan dari kehidupan publik. Dewan beranggotakan 15 negara menyatakan keprihatinan yang mendalam atas keputusan Taliban melarang perempuan mengenyam pendidikan hingga bergerak di ruang publik di Afghanistan.
DK PBB mengecam penangguhan sekolah di atas kelas enam untuk anak perempuan Afghanistan. "Kami menuntut partisipasi penuh, setara dan bermakna dari perempuan dan anak perempuan di Afghanistan," kata pernyataan DK dikutip laman Anadolu Agency, Rabu (28/12/2022).
DK PBB juga mendesak Taliban untuk membuka kembali sekolah dan dengan cepat membatalkan kebijakan dan praktik, yang "mewakili peningkatan erosi" terhadap penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. Selain itu, DK PBB menilai bahwa larangan terhadap pegawai perempuan dari non-organisasi pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi internasional akan berdampak signifikan dan langsung pada operasi kemanusiaan di negara tersebut.
Kepala bantuan PBB Martin Griffiths dalam pidatonya kepada Dewan pekan lalu melukiskan gambaran suram tentang situasi kemanusiaan di Afghanistan. Ia mengatakan bahwa 97 persen warga Afghanistan hidup dalam kemiskinan dan 20 juta orang menghadapi kelaparan akut.
Keputusan Taliban pekan lalu telah gagal memenuhi janji mereka kepada komunitas internasional. Perempuan dan anak perempuan telah dirampas haknya, termasuk hak atas pendidikan, dan tak nampak dari publik sejak Taliban kembali berkuasa pada 15 Agustus 2021.
Awalnya anak perempuan dilarang masuk sekolah menengah dan atas. Kemudian perempuan dilarang ke kampus. Langkah Taliban dikecam banyak neagra dan banyak perempuan di Afghanistan menuntut hak mereka dipulihkan dengan turun ke jalan, memprotes dan mengorganisasi kampanye.