Rabu 28 Dec 2022 22:04 WIB

Banjir Bandang Mengancam Situs Kota Kuno Petra

Video yang viral menunjukkan air bah mengalir deras ke melalui lorong menuju Petra.

Rep: Alkhaledi Kurnialam / Red: Ilham Tirta
Pemandangan umum bendungan Wala sehari setelah hujan lebat yang menyebabkan banjir di Kegubernuran Madaba, sekitar 50 km barat daya Amman, 10 November 2018. Banjir bandang melanda kota bersejarah Petra, di selatan Yordania pada Selasa (27/12/2022) waktu setempat.
Foto: EPA-EFE/ANDRE PAIN
Pemandangan umum bendungan Wala sehari setelah hujan lebat yang menyebabkan banjir di Kegubernuran Madaba, sekitar 50 km barat daya Amman, 10 November 2018. Banjir bandang melanda kota bersejarah Petra, di selatan Yordania pada Selasa (27/12/2022) waktu setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Kota kuno Petra di Yordania dilanda banjir bandang selama Natal dan mengancam bangunan kuno dan melukai sedikitnya tiga orang. Video yang viral di media sosial menunjukkan air bah mengalir deras ke permukaan batu dan mengalir melalui lorong sempit situs warisan dunia UNESCO itu.

Petra, dibangun sekitar 2.300 tahun yang lalu oleh kerajaan Nabatean. Situs ini diukir dari tebing batu pasir dan jurang di mana permukaan air dapat naik dengan cepat dan mengejutkan pengunjung.

Baca Juga

Dilansir dari The New Arab, Selasa (27/12/2022), ratusan wisatawan kini telah dievakuasi dan kota tersebut saat ini ditutup dalam upaya untuk menghindari terulangnya banjir pada tahun 2018 yang menewaskan 13 orang. Kegubernuran setempat mencatat curah hujan lebih dari 66 milimeter pada Selasa pagi saja.

"Pemerintah Yordania telah mengevakuasi sekitar 1.700 turis di Petra karena hujan lebat," kata Otoritas Kawasan Pengembangan dan Pariwisata Petra.

Meskipun banjir tidak jarang terjadi di Petra, tanah longsor serius yang mungkin terjadi setelah hujan lebat dapat menyebabkan risiko besar pada bangunan kuno yang dibangun di permukaan tebing. Cuaca ekstrem menjadi lebih umum di Yordania dan di seluruh wilayah MENA sepanjang tahun 2022, karena perubahan iklim mengancam situs warisan dari Laut Arab hingga Mediterania.

UNESCO menyebut Timur Tengah sebagai 'ground zero' untuk perubahan iklim. Peningkatan salinitas, kekeringan dan banjir yang lebih ekstrem, serta kenaikan suhu mengancam arsitektur kuno di seluruh wilayah, menurut Dewan Internasional untuk Monumen dan Situs. Timur Tengah memanas hampir dua kali lebih cepat daripada rata-rata global, dan lebih cepat daripada bagian dunia lain yang berpenghuni.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement