REPUBLIKA.CO.ID., NEW YORK -- Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak otoritas Taliban di Afghanistan untuk membatalkan kebijakan dan praktik yang semakin mengecualikan perempuan dari ranah kehidupan publik.
Dewan beranggotakan 15 negara itu menyatakan keprihatinan yang mendalam tentang laporan bahwa Taliban telah melarang wanita dan anak perempuan untuk pergi ke universitas.
Dewan ini mengecam penangguhan sekolah di atas kelas enam untuk anak perempuan Afghanistan dan menuntut partisipasi penuh, setara dan bermakna dari wanita dan anak perempuan di Afghanistan.
DK PBB mendesak Taliban untuk membuka kembali sekolah dan dengan cepat membalikkan kebijakan dan praktik, yang "mewakili peningkatan erosi" terhadap penghormatan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental.
Mengekspresikan keprihatinan yang mendalam mengenai laporan bahwa Taliban telah melarang karyawan perempuan LSM dan organisasi internasional untuk pergi bekerja, Dewan ini mengatakan hal itu akan berdampak signifikan dan langsung pada operasi kemanusiaan di negara tersebut.
Kepala bantuan PBB Martin Griffiths dalam pengarahannya kepada Dewan pekan lalu mengungkapkan kondisi suram tentang situasi kemanusiaan di Afghanistan. Dia mengatakan bahwa 97 persen warga Afghanistan hidup dalam kemiskinan dan 20 juta orang menghadapi kelaparan akut.
Taliban telah gagal memenuhi janji mereka kepada komunitas internasional. Perempuan dan anak perempuan telah dirampas haknya, termasuk hak atas pendidikan sejak Taliban kembali berkuasa pada 15 Agustus 2021, ketika pejabat dari pemerintahan Kabul yang didukung AS melarikan diri dari negara dan pasukan asing mundur.
Anak perempuan dilarang masuk sekolah menengah dan atas. Banyak perempuan menuntut hak mereka dipulihkan dengan turun ke jalan, memprotes dan menggelar demonstrasi.