REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Andrei Rudenko menyatakan, penerapan "Jalur anti-Rusia" oleh Jepang membuat pembicaraan perjanjian damai dengan Rusia menjadi tidak mungkin. Rusia dan Jepang belum secara resmi mengakhiri permusuhan Perang Dunia II karena kebuntuan atas pulau-pulau yang direbut oleh Uni Soviet pada akhir perang.
Permasalah kedua negara berputar pada masalah pulau yang dikenal di Rusia sebagai Kuril dan di Jepang sebagai Wilayah Utara. "Sangat jelas bahwa tidak mungkin untuk membahas penandatanganan dokumen semacam itu (perjanjian damai) dengan negara yang secara terbuka mengambil posisi tidak ramah dan membiarkan dirinya mengancam negara kita secara langsung," kata Rudenko kepada kantor berita pemerintah Rusia TASS pada Selasa (3/1/2023).
"Kami tidak melihat tanda-tanda Tokyo menjauh dari jalur anti-Rusia dan segala upaya untuk memperbaiki situasi," ujarnya.
Rusia menarik diri dari pembicaraannya dengan Jepang pada Maret tahun lalu, menyusul sanksi Jepang atas invasi Rusia ke Ukraina. Tokyo bereaksi dengan marah atas pembicaraan tersebut dengan menyebut langkah Moskow tidak adil dan sama sekali tidak dapat diterima.
Secara terpisah, Rudenko memberikan sorotan terhadap sikap Rusia yang mendukung kebijakan "Satu China" dalam masalah Taiwan. Dia mengulangi dukungan eksplisit Moskow terhadap Beijing atas nasib pulau tempat pemerintah Republik China yang kalah melarikan diri pada 1949.
"Beijing sangat menyadari bahwa pihak Rusia selalu mendukung Republik Rakyat China dalam masalah Taiwan. Kami melanjutkan dari fakta bahwa hanya ada satu China, pemerintah RRT adalah satu-satunya pemerintah yang sah yang mewakili seluruh China, dan Taiwan merupakan bagian integral darinya," kata Rudenko.
China mengklaim Taiwan sebagai wilayah daratan dan telah meningkatkan tekanan militer dan politik terhadap pulau itu selama dua tahun terakhir. Taipei menolak keras klaim kedaulatan Beijing.