REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Dalam beberapa tindakan pertama sejak berkuasa, Kabinet Keamanan baru Israel menyetujui serangkaian langkah hukuman terhadap kepemimpinan Palestina. Menurut kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada Jumat (6/1/2023), langkah tersebut sebagai pembalasan bagi Palestina yang mendorong badan peradilan di Mahkamah Internasional untuk memberikan pendapatnya tentang pendudukan Israel.
Kabinet Keamanan Israel menggambarkan permintaan Otoritas Palestina (PO) kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai keputusan untuk mengobarkan perang politik dan hukum melawan Israel.
"Pemerintah saat ini tidak akan duduk diam menghadapi perang ini dan akan merespons seperlunya," katanya.
Sebagai tanggapan, Kabinet Keamanan yang dikemas dengan kelompok sayap kanan Netanyahu dan sekutu konservatif religius memutuskan Israel akan menahan 39 juta dolar AS dari PA. Tel Aviv akan mentransfer dana tersebut sebagai gantinya untuk program kompensasi bagi keluarga Israel yang menjadi korban serangan militan Palestina.
Kantor Netanyahu juga mengatakan, Israel akan lebih lanjut mengurangi pendapatan yang biasanya ditransfer ke PA yang kekurangan uang. Kepemimpinan Palestina menggambarkan pembayaran sebagai kesejahteraan sosial yang diperlukan, sementara Israel mengatakan Dana Martir mendorong kekerasan. Dana yang ditahan Israel mengancam akan memperburuk kesengsaraan fiskal PA.
Kabinet Keamanan juga menargetkan para pejabat Palestina secara langsung. Pemerintah mengatakan hal itu akan menolak keuntungan bagi sosok khusus yang memimpin perang politik dan hukum melawan Israel. Pejabat tinggi PA menerima izin Israel yang memungkinkan untuk bepergian dengan mudah masuk dan keluar dari wilayah pendudukan Tepi Barat, tidak seperti warga Palestina pada umumnya.
“Pemerasan Israel terhadap pendapatan pajak kami tidak akan menghentikan kami untuk melanjutkan perjuangan politik dan diplomatik kami,” kata Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh menegaskan tindakan Israel akan memperdalam krisis keuangan Palestina dan kekurangan anggaran.
Langkah-langkah lain yang diumumkan oleh kantor Netanyahu berfokus pada Tepi Barat yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah 1967. Melalui beberapa dekade pembicaraan damai yang gagal, Israel telah menguasai wilayah itu, yang telah lama dituntut oleh Palestina sebagai bagian dari negara yang mereka harapkan.
Pemerintah sayap kanan baru Israel telah berjanji untuk memprioritaskan perluasan pemukiman dan melegalkan pemukiman yang dibangun secara ilegal. Israel telah membangun lusinan pemukiman Yahudi yang menampung sekitar 500 ribu orang Israel yang tinggal bersama sekitar 2,5 juta orang Palestina.
Kabinet berisikan menteri tingkat tinggi yang bertanggung jawab langsung kepada perdana menteri juga mengatakan, akan membekukan pembangunan Palestina di Area C, 60 persen dari Tepi Barat. Area C termasuk pemukiman, serta daerah pedesaan yang menjadi rumah bagi sekitar 300 ribu warga Palestina.
Langkah terakhir yang diperinci oleh pemerintah melibatkan pengambilan tindakan yang tidak ditentukan terhadap organisasi di Tepi Barat yang mempromosikan aktivitas teroris atau aktivitas permusuhan apa pun. Kategori ini termasuk kelompok yang melakukan tindakan politik dan hukum terhadap Israel dengan kedok pekerjaan kemanusiaan.
Lebih dari setahun yang lalu, Israel menetapkan enam pengawas hak asasi utama Palestina sebagai organisasi teroris. Tel Aviv pun menggerebek serta menutup kantor kelompok itu musim panas lalu. Kelompok-kelompok Palestina menolak tuduhan itu dan langkah itu menuai kecaman internasional yang meluas.