REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan, serangan Rusia ke Ukraina bukan hanya menjadi masalah Eropa. Menurutnya, tindakan tersebut menjadi tantangan bagi aturan dan prinsip komunitas internasional.
Kishida mengungkapkan, karena Jepang sedang memegang kursi keketuaan di G7, KTT di Hiroshima pada Mei mendatang harus menunjukkan keinginan kuat untuk menegakkan ketertiban internasional dan supremasi hukum.
“Dalam koordinasi kami menjelang KTT Hiroshima, masalah terbesar adalah, tentu saja, invasi Rusia terhadap Ukraina, yang akan segera menandai satu tahun sejak dimulainya (perang),” katanya dalam konferensi pers di Washington sehari setelah bertemu Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, Sabtu (14/1/2023).
“Saya menunjukkan bahwa invasi terhadap Ukraina bukan hanya masalah Eropa, tapi juga tantangan terhadap aturan dan prinsip komunitas internasional serta setuju dengan para kepala negara dan pemerintahan bahwa KTT G7 Hiroshima harus menunjukkan keinginan yang kuat untuk menjunjung tinggi tatanan internasional, berdasarkan aturan hukum,” ujar Kishida menambahkan.
AS merupakan negara terakhir yang dikunjungi Kishida dalam rangka mempersiapkan perhelatan KTT G7. Dalam konferensi pers di Washington, Kishida mengatakan, dia tak berkesempatan untuk melakukan pertemuan dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz karena masalah jadwal yang berbenturan. Namun Kishida ingin segera melakukan percakapan dan konsultasi dengan Scholz.
Pada konferensi pers, Kishida juga tak menanggapi komentar Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev yang menyebutnya tunduk pada AS. Konflik antara Rusia dan Ukraina sudah hampir berlangsung selama 11 bulan. Pertempuran masih berkecamuk di wilayah timur Ukraina.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berencana berkunjung ke kantor pusat PBB di AS dan berpidato di Majelis Umum pada peringatan satu tahun invasi Rusia. Menurut Deputi Pertama Kementerian Luar Negeri Ukraina Emine Dzhaparova, badan intelijen negaranya memperoleh informasi yang mengindikasikan bahwa Rusia akan melancarkan serangan besar-besaran pada Februari mendatang.
"Presiden kami ingin datang (ke PBB), ia sudah memiliki keinginan atau niat untuk datang. Namun masih ada pertanyaan apakah situasi keamanan mengizinkannya untuk datang," kata Dzhaparova dalam wawancara dengan Associated Press, Sabtu lalu.
Duta Besar Ukraina untuk PBB Sergiy Kyslytsya mengatakan, Majelis Umum PBB sudah menjadwalkan perdebatan tingkat tinggi tentang perang Rusia-Ukraina pada 23 Februari mendatang. Kegiatan itu akan diikuti pertemuan tingkat menteri Dewan Keamanan PBB pada 24 Februari.