Rabu 18 Jan 2023 06:35 WIB

Diaspora Iran Desak Uni Eropa Tunjuk Garda Revolusi Sebagai Kelompok Teror

Diaspora Iran minta Korps Garda Revolusi Iran sebagai kelompok teror.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Diaspora Iran mendesak Uni Eropa menunjuk Korps Garda Revolusi Iran sebagai kelompok teror. Hal itu terkait aksi represifnya terhadap warga Iran yang ambil bagian dalam demonstrasi memprotes kematian Mahsa Amini.
Foto: EPA-EFE/Mohammed Badra
Diaspora Iran mendesak Uni Eropa menunjuk Korps Garda Revolusi Iran sebagai kelompok teror. Hal itu terkait aksi represifnya terhadap warga Iran yang ambil bagian dalam demonstrasi memprotes kematian Mahsa Amini.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Ribuan diaspora Iran menggelar unjuk rasa di Strasbourg, Prancis, Senin (16/1/2023). Mereka mendesak Uni Eropa menunjuk Korps Garda Revolusi Iran sebagai kelompok teror. Hal itu terkait aksi represifnya terhadap warga Iran yang ambil bagian dalam demonstrasi memprotes kematian Mahsa Amini.

Kepolisian mengungkapkan, terdapat sekitar 12 ribu orang yang berpartisipasi dalam demonstrasi di Strasbourg, kota tempat parlemen Uni Eropa bermarkas. Massa bergerak ke gedung Parlemen Eropa ketika sidang pleno bulanan diagendakan digelar.

“Kami berkumpul untuk membuat perempuan dan laki-laki Iran didengar di Eropa dan meminta Parlemen Eropa terus berdiri di sisi kanan sejarah. Tanpa bantuan Eropa, tanpa kita menjadi suara mereka, tidak akan ada revolusi di Iran,” kata wakil sentris parlemen Swedia Alireza Akhondi yang mengorganisir unjuk rasa di Strasbourg.

Sahar Aghakhani (26 tahun) merupakan salah satu peserta aksi, Menurutnya Uni Eropa memang perlu menetapkan Korps Garda Revolusi Iran sebagai kelompok teror. "(Penunjukan itu) akan sangat mengubah banyak hal, pertama secara ekonomi dan geopolitik,” ujarnya.

Ketua Parlemen Uni Eropa Roberta Metsola berjanji kepada para pengunjuk rasa bahwa Uni Eropa akan mendukung warga Iran yang berdemonstrasi di negaranya. “Kami akan mendorong masyarakat internasional menanggapi dengan tegas teror yang telah dilancarkan rezim terhadap rakyat di jalan-jalan Iran. Harus ada respons global yang kuat,” katanya.

Terkait Garda Revolusi Iran, AS terlebih dulu mencantumkan mereka dalam daftar kelompok teroris asing. Penetapan itu dilakukan pada 2019 ketika AS dipimpin Presiden Donald Trump.

Saat ini Iran dibekap krisis yang dipicu kematian Mahsa Amini. Pada 13 September 2022, Mahsa Amini, wanita berusia 22 tahun, ditangkap polisi moral Iran di Teheran. Penangkapan itu dilakukan karena hijab yang dikenakan Amini dianggap tak ideal. Setelah ditangkap, Amini pun ditahan. 

Ketika berada dalam tahanan, dia diduga mengalami penyiksaan. PBB mengaku menerima laporan bahwa Amini dipukuli di bagian kepala menggunakan pentungan. Selain itu, kepala Amini pun disebut dibenturkan ke kendaraan.

Saat ditahan, Amini memang tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit. Kepolisian Teheran mengeklaim, saat berada di tahanan, Amini mendadak mengalami masalah jantung. Menurut keterangan keluarga, Amini dalam keadaan sehat sebelum ditangkap dan tidak pernah mengeluhkan sakit jantung. Amini dirawat dalam keadaan koma dan akhirnya mengembuskan napas terakhirnya pada 16 September lalu.

Kematian Amini dan dugaan penyiksaan yang dialaminya seketika memicu kemarahan publik. Warga Iran turun ke jalan dan menggelar demonstrasi untuk memprotes tindakan aparat terhadap Amini. Perempuan-perempuan Iran turut berpartisipasi dalam aksi tersebut. Mereka bahkan melakukan aksi pembakaran hijab sebagai bentuk protes. Aksi demonstrasi masih berlangsung hingga kini.

Sejak demonstrasi pecah, ribuan warga Iran dilaporkan telah ditangkap. Iran pun mengeksekusi sejumlah warganya yang terlibat dalam aksi penyerangan dan pembunuhan pasukan keamanan. Menurut Iran Human Rights (IHR), masih terdapat 100 warga lainnya yang menghadapi risiko hukuman mati.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement