REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Akhir pekan pertama setelah pembatasan Covid-19 berakhir pada Desember lalu, puluhan pemuda China berdesak-desakan di sebuah konser heavy-metal yang digelar di tempat musik kecil di Shanghai. Itu adalah jenis kebebasan yang dituntut oleh pemuda China pada akhir November dalam protes terhadap kebijakan zero-Covid.
Generasi Z China, atau mereka yang lahir antara tahun 1995 dan 2010, telah menemukan suara politik baru. Mereka menolak stereotipe sebagai pejuang nasionalis atau apolitis. Hal ini memberikan tantangan bagi pemerintahan Presiden Xi Jinping yang baru saja memulai masa jabatan ketiga.
Meningkatkan mata pencaharian kaum muda tanpa meninggalkan model pertumbuhan berbasis ekspor menimbulkan konflik inheren bagi pemerintah yang mengutamakan stabilitas sosial. Survei menunjukkan, Generasi Z adalah yang paling pesimis dari semua kelompok umur di China. Para analis mengatakan, rintangan yang dihadapi pemuda China dalam mencapai standar hidup yang lebih baik akan lebih sulit diatasi.
“Ketika jalan di depan para pemuda semakin sempit dan sulit, harapan mereka untuk masa depan menguap,” kata Wu Qiang, mantan dosen politik di Universitas Tsinghua yang kini menjadi komentator independen di Beijing.
Wu mengatakan, kaum muda tidak lagi memiliki "kepercayaan buta dan sanjungan" terhadap para pemimpin China. Bahkan, beberapa pemuda China yang berbicara kepada Reuters mengungkapkan rasa frustrasinya.
"Jika mereka tidak mengubah kebijakan, maka akan lebih banyak orang yang protes, jadi mereka harus berubah," kata Alex (26 tahun), yang menolak menyebutkan nama belakangnya karena takut akan ada pembalasan dari pihak berwenang.
"Tapi saya rasa anak muda tidak akan kembali berpikir bahwa tidak ada hal buruk yang pernah terjadi di China," tambah Alex.
Kaum muda, terutama di perkotaan, seringkali berada di garis depan protes secara global. Sebagai contoh, mahasiswa memimpin pemberontakan pro-demokrasi terbesar di China pada 1989, yang dihancurkan oleh Beijing dalam tindakan keras militer. Tetapi beberapa analis mengatakan, Gen Z China memiliki karakteristiknya sendiri yang menghadirkan dilema bagi Xi.
Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa pengguna media sosial muda China telah menarik perhatian internasional karena keganasan mereka dalam menyerang pandangan kritis tentang China secara online, termasuk kebijakan zero-Covid. Mereka kemudian dikenal sebagai "little pinks", sebuah istilah yang terkait dengan warna situs web nasionalis. Hal ini kemudian menarik perbandingan dengan sebutan "wolf warrior" yang disematkan bagi para diplomat China, dan Pengawal Merah Revolusi Kebudayaan Mao Zedong.
Dengan ekonomi yang melambat di bawah beban pembatasan pandemi, tren tandingan muncul, tetapi tidak sepenuhnya dari tipe liberal yang mendorong pertumbuhan nasionalisme di Barat. Banyak anak muda China telah memilih untuk "lie flat", sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang mengadopsi gaya hidup minimalis dan melakukan apa saja untuk bertahan hidup.
Sebuah survei terhadap 4.000 orang China oleh konsultan Oliver Wyman menemukan bahwa, Gen Z punya pandangan paling negatif tentang prospek ekonomi China dari semua kelompok umur. Menurut survei Wyman yang dilakukan pada Oktober dan dirilis pada Desember, sekitar 62 persen Gen Z China khawatir tentang keamanan pekerjaan. Sementara 56 persen khawatir tentang prospek gaya hidup yang lebih baik.
Di Amerika Serikat, penelitian yang dirilis pada Oktober menunjukkan, 45 persen anak usia 18 hingga 24 tahun mengkhawatirkan stabilitas pekerjaan. Tetapi menurut survei McKinsey, mereka memiliki persepsi peluang ekonomi masa depan lebih baik daripada semua kelompok umur, kecuali mereka yang berusia 25-34 tahun.
Pada 2015, studi Pew Research Center menemukan tujuh dari 10 orang China yang lahir pada akhir 1980-an merasa positif tentang situasi ekonomi mereka. Sebanyak 96 persen merasa standar hidup mereka lebih baik daripada orang tua mereka pada usia yang sama.
"Ini adalah pesimisme yang mendidik. Ini didasarkan pada fakta dan kenyataan yang mereka saksikan," kata Zak Dychtwald, pendiri firma riset Young China Group, yang meneliti tren di kalangan pemuda China.
"Saya kira protes ini tidak akan terjadi sepuluh tahun yang lalu, tetapi generasi muda ini percaya bahwa mereka harus didengar dengan cara yang tidak dilakukan oleh generasi yang lebih tua," ujar Dychtwald.