REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Perwakilan Taiwan di Amerika Serikat (AS) Bi-khim Hsiao mengakui Taiwan telah belajar pelajaran penting dari perang Ukraina. Kondisi yang muncul antara Rusia dan Ukraina akan membantu wilayah itu mencegah serangan apa pun oleh China atau mempertahankan diri jika diserang.
"Semua yang kami lakukan sekarang adalah untuk mencegah rasa sakit dan penderitaan tragedi Ukraina terulang dalam skenario kami di Taiwan,” kata Hsiao.
Pelajaran yang bisa dipetik atas perang tersebut membuat Taipei melakukan lebih banyak persiapkan cadangan militer dan warga sipil. “Pada akhirnya, kami berusaha untuk mencegah penggunaan kekuatan militer. Namun dalam skenario terburuk, kami memahami bahwa kami harus lebih siap,” kata Hsiao.
Setelah menyaksikan pertahanan keras Ukraina yang sukses melawan pasukan Rusia yang menyerang, Taiwan menyadari bahwa mereka perlu memuat Javelin, Stinger, HIMARS, dan sistem senjata bergerak kecil lainnya. Menurut Hsaio, Taiwan dan Amerika Serikat (AS) telah mencapai kesepakatan tentang beberapa di antaranya.
Taiwan mendorong untuk memastikan bahwa peralihan ke pasokan senjata berteknologi rendah yang lebih grit untuk pasukan darat Taiwan terjadi sesegera mungkin. Bahkan dengan AS dan sekutu lainnya menuangkan senjata semacam itu senilai miliaran dolar ke Ukraina untuk pertempuran aktif di sana, membebani stok senjata global.
"Kami diyakinkan oleh teman-teman kami di AS bahwa Taiwan adalah prioritas yang sangat penting," kata Hsaio.
Di dalam negeri, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen bulan lalu mengumumkan bahwa pemerintah memperpanjang wajib militer bagi pria dari empat bulan menjadi satu tahun. Taiwan juga meningkatkan pengeluaran untuk pertahanan.
Hsiao tidak akan secara langsung membahas laporan Nikkei Asia pada Jumat (20/1/2023). Artikel itu menyatakan bahwa anggota Garda Nasional AS telah memulai pelatihan kerja di Taiwan. Dia hanya menyinggung, bahwa Taiwan sedang mencari cara untuk bekerja dengan anggota Garda AS untuk meningkatkan pelatihan.
Pengalaman Ukraina telah menjadi pelajaran bagi AS dan sekutu lainnya juga, termasuk pentingnya sikap sekutu yang bersatu di belakang demokrasi yang terancam. “Sangat penting untuk mengirimkan pesan yang konsisten kepada para pemimpin otoriter bahwa kekuatan tidak pernah menjadi pilihan kekuatan akan ditanggapi dengan respons internasional yang kuat, termasuk konsekuensinya ence,” kata Hsiao.