Rabu 25 Jan 2023 16:29 WIB

Para Imigran Khawatir dengan Fenomena Penembakan Massal di AS

Kejahatan rasial terhadap orang Asia-Amerika meningkat setelah pandemi Covid-19.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Sejumah polisi bersenjata lengkap berjaga di lokasi insiden penembakan massal di Monterey Park, California, pada Ahad (22/1/2023).
Foto: EPA-EFE/CAROLINE BREHMAN
Sejumah polisi bersenjata lengkap berjaga di lokasi insiden penembakan massal di Monterey Park, California, pada Ahad (22/1/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat seharusnya menjadi tempat yang aman bagi Jose Romero ketika dia tiba sekitar dua tahun lalu untuk bekerja di pertanian California. Romero bekerja bersama imigran lain dari Meksiko dan China.

Romero tewas ditembak seorang pria bersenjata bersama dengan enam pekerja pertanian lainnya di Half Moon Bay, tepat di sebelah selatan San Francisco pada Senin (23/1/2023). Insiden ini terjadi dua hari setelah seorang pria bersenjata lainnya melepaskan tembakan di sebuah ballroom di Monterey Park, yang merupakan kantong Asia-Amerika di luar Los Angeles.  

Baca Juga

Secara keseluruhan, 18 orang tewas dalam penembakan beruntun. Insiden penembakan ini membuat para imigran di Amerika Serikat (AS) khawatir dengan keamanan mereka.

"Anda ingin memperbaiki hidup Anda dan kemudian Anda berakhir dengan ini," kata sepupu Romero, Jose Juarez, pada Selasa (24/1/2023).

Polisi mengatakan, serangan itu dilakukan oleh pelaku yang diidentifikasi sebagai Huu Can Tran (72 tahun). Pelaku sering mengunjungi studio tari Monterey Park. Sementara itu penembakan lainnya yang menewaskan Romero, dilakukan oleh Chunli Zhao. Pelaku diketahui bekerja di pertanian Half Moon Bay.

Dua insiden penembakan yang berdekatan ini menambah rasa takut para imigran yang menjadi sasaran retorika dan serangan rasis di Amerika Serikat.

Menurut ke data yang dikumpulkan University of California, sebanyak 32 persen imigran Asia dan 23 persen imigran Latin di California mengaku sangat khawatir  menjadi korban kekerasan senjata. Ketakutan mereka lebih besar tiga kali lipat dari tingkat ketakutan yang dilaporkan oleh orang yang lahir di Amerika Serikat.

Seorang imigran asal Meksiko, Antonio Perez, tinggal di Half Moon Bay setelah pindah dari Meksiko pada 1983. Dia mengaku merasa terjebak antara kekerasan kartel di tanah airnya dan kekerasan senjata di Amerika Serikat.  

"Kami tidak pernah mengharapkan hal ekstrem seperti ini di sini. Benar-benar sebuah tragedi," kata Perez sambil menggelengkan kepala.  

Sekitar 380 mil (610 km) selatan, di Monterey Park, penduduk mengungkapkan ketakutan setelah insiden penembakan di aula dansa. Penduduk setempat mengatakan, longgarnya kebijakan kepemilikan senjata di Amerika dan penembakan massal telah membuat komunitas Asia-Amerika khawatir.

"Orang Amerika boleh punya senjata, ada senjata di mana-mana. Di sini sangat berbahaya," kata Frank Hio (36 tahun) yang berasal dari China. 

Di pinggiran kota yang berkembang pesat dan terkenal dengan toko serta restoran Asia, beberapa orang mengungkapkan kesedihannya karena pria bersenjata itu berasal dari dalam komunitas tersebut. "Penembaknya orang Asia, dan korbannya orang Asia," kata Rolando Favis (72 tahun) yang pindah ke Amerika Serikat dari Filipina 38 tahun lalu.

Kejahatan rasial terhadap orang Asia-Amerika meningkat setelah pandemi Covid-19 dan pernyataan kontroversial  mantan presiden Donald Trump yang menyalahkan China atas penyebaran virus korona. Ketika itu, Trump menyebut Covid-19 sebagai virus China.

Setelah pandemi, kepemilikan senjata di komunitas Asia-Amerika meningkat. Menurut sebuah penelitian oleh University of Michigan, sepertiga dari mereka yang memiliki senjata mengatakan, mereka lebih sering membawa senjata di tengah insiden anti-Asia. Sementara sepertiga lainnya mengatakan, mereka menyimpan atau membuka kunci senjata di rumah.

Toko senjata Euro Arms Inc di Alhambra, tiga mil (5 km) dari lokasi pembantaian Monterey Park, asisten toko Wesley Chan mengatakan, penjualan senjata meningkat sejak dimulainya pandemi. Peningkatan penjualan juga terjadi di kalangan orang Asia-Amerika di daerah tersebut. "Semua orang takut dan ingin melindungi diri mereka sendiri," kata Chan.

Peneliti utama studi UCLA, Ninez Ponce mengatakan, sekitar 9,3 persen  imigran Asia menyimpan senjata di rumah mereka di California. Sementara 5,6 persen imigran Latino dan 12 persen  imigran kulit putih.  Secara keseluruhan, sekitar 17,6 persen orang California dari semua latar belakang menyimpan senjata di rumah.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement