REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Australia sedang mempersiapkan kedatangan ribuan mahasiswa asal China. Kedatangan itu akan mulai berangsur usai beberapa hari pengumuman Kementerian Pendidikan China yang menyatakan bahwa mahasiswa berkampus di luar negeri dengan pembelajaran daring tidak lagi diakui.
Menteri Pendidikan Australia Jason Clare menyatakan pada Senin (30/1/2023), menyambut langkah yang diambil Kementerian Pendidikan China. Dia akan bekerja dengan rekannya di Kementerian Dalam Negeri untuk membantu universitas menyelesaikan masalah logistik jangka pendek.
Sektor pendidikan Australia menghasilkan pendapatan ekspor sebesar 39 miliar dolar Australia sebelum pandemi. Pemasukan ini memiliki ikatan yang kuat dengan China, dengan sekitar 150 ribu warga negaranya terdaftar di universitas-universitas Australia. Puluhan ribu tetap berada di lepas pantai setelah pembatasan pandemi dan hubungan diplomatik yang tegang membuat banyak orang kembali ke rumah.
Tapi dengan tiga minggu sebelum universitas Australia dimulai, Pusat Layanan China untuk Pertukaran Cendekia (CSCSE) Kementerian Pendidikan China mengatakan pada pekan lalu, pihaknya tidak akan lagi mengakui gelar luar negeri yang diperoleh melalui pembelajaran daring. Ketentuan ini mendesak mahasiswa untuk kembali ke kampus di luar negeri sesegera mungkin.
"Saat ini, perbatasan tujuan utama untuk studi internasional telah dibuka kembali, dan perguruan tinggi serta universitas asing (luar negeri) telah sepenuhnya melanjutkan pengajaran daring," kata Kementerian Pendidikan China dalam sebuah pernyataan.
Normalisasi hubungan pendidikan kedua negara terjadi beberapa minggu setelah pejabat China melonggarkan larangan impor batu bara Australia. Beijing dan Canberra bekerja untuk meningkatkan hubungan diplomatik setelah lebih dari dua tahun sanksi perdagangan yang telah membekukan perdagangan jelai, batu bara, anggur, serta barang dan jasa lainnya.
Pemimpin badan advokasi untuk pendidikan internasional International Education Association of Australia Phil Honeywood mengatakan, saat ini ada sekitar 40 ribu pelajar China yang masih berada di luar negeri. "Kami mengantisipasi banyak pelajar China akan berebut saat kami berbicara untuk mendapatkan penerbangan ke Australia. Namun, kami membayangkan akan ada sejumlah permohonan penangguhan di mana pelajar tidak akan bisa kembali tepat waktu," ujarnya..
University of Sydney mengharapkan sebagian besar mahasiswa berada di kampus saat kelas dimulai pada akhir Februari. Kampus itu berencana untuk menghentikan pembelajaran jarak jauh akhir tahun ini.
Meski pemerintahan telah bersiap, nyatanya langkah Kementerian Pendidikan China telah ditanggapi dengan kemarahan dari siswa China. "Hanya ada 15 hari lagi sebelum sekolah dimulai, saya tidak punya visa, tidak ada penerbangan, tidak ada tempat tinggal. Dengan pemberitahuan sesingkat itu, apakah Anda ingin kami semua tidur di jalanan?" kata salah satu komentar di platform media sosial Weibo.