REPUBLIKA.CO.ID., ANKARA -- Turki akan mempertimbangkan perlakukan yang berbeda soal pengajuan Finlandia untuk bergabung dengan NATO, pendekatan yang berbeda dengan Swedia, kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu pada Senin.
"Jika NATO dan negara-negara ini (Finlandia dan Swedia) mengambil keputusan seperti itu, kami, sebagai Turki berpikir bahwa kami dapat mengevaluasi pengajuan secara terpisah, tetapi pertama-tama, NATO dan negara-negara ini harus memutuskan," kata Cavusoglu dalam konferensi pers bersama dengan sejawatnya dari Portugis Joao Gomes Cravinho di ibu kota Ankara.
“Saya pikir akan adil untuk membedakan antara negara yang bermasalah dan negara yang tidak terlalu bermasalah,” tambah dia.
Cavusoglu mengatakan, dirinya dan Menlu Finlandia Pekka Haavisto sudah membahas hal itu selama pembicaraan telepon setelah pernyataan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada hari Ahad (29/1/2023) tentang sikap Ankara terhadap tawaran Finlandia memasuki NATO.
Swedia dan Finlandia secara resmi mendaftarkan diri untuk bergabung dengan NATO pada Mei tahun lalu, sebuah keputusan yang dipicu perang Rusia di Ukraina, yang dimulai pada 24 Februari 2022.
Di bawah kesepakatan yang ditandatangani Juni lalu antara Turki, Swedia, dan Finlandia, kedua negara Nordik berjanji untuk mengambil langkah-langkah melawan teroris untuk mendapatkan keanggotaan dalam aliansi NATO.
Kesepakatan bulat dari semua anggota NATO – termasuk Turki anggota selama lebih dari 70 tahun, diperlukan agar anggota baru dapat diterima menjadi anggota aliansi.
Turki mengatakan negara-negara, khususnya Swedia, perlu berbuat lebih banyak, terutama setelah demonstrasi teroris yang provokatif dan pembakaran salinan Alquran di Stockholm.
Dalam perjanjian tersebut, Swedia dan Finlandia setuju untuk tidak memberikan dukungan antara lain kepada kelompok teroris seperti PKK dan cabangnya, dan FETO, serta mengekstradisi tersangka teroris ke Turki.