Rabu 01 Feb 2023 09:37 WIB

Keseriusan AS untuk Capai Solusi Damai Israel-Palestina Dipertanyakan

Blinken sebut Israel dan Palestina telah menyuarakan kesiapan memulihkan ketenangan.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
 Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken (kiri) bertemu dengan pemimpin Palestina Mahmoud Abbas di kota Ramallah, Tepi Barat, Selasa (31/1/2023).
Foto: Ronaldo Schemidt/Pool via AP
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken (kiri) bertemu dengan pemimpin Palestina Mahmoud Abbas di kota Ramallah, Tepi Barat, Selasa (31/1/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken pada Selasa (31/1/2023) telah menyelesaikan kunjungannya selama dua hari ke Israel dan wilayah pendudukan Tepi Barat. Berbicara kepada wartawan sebelum kembali ke AS, Blinken mengatakan, Israel dan Palestina telah menyuarakan kesiapan untuk memulihkan ketenangan.

Blinken juga telah menginstruksikan dua pejabat senior untuk tetap berada di wilayah tersebut. Blinken menegaskan kembali dukungan AS untuk solusi dua negara, yaitu mendirikan negara Palestina bersama Israel di bawah penyelesaian perdamaian akhir.

Baca Juga

"Memulihkan ketenangan adalah tugas utama kita. Tapi dalam jangka panjang, kita harus melakukan lebih dari sekadar menurunkan ketegangan," kata Blinken.

Pernyataan Blinken adalah pesan klasik yang kerap diungkapkan oleh pejabat Pemerintah Amerika Serikat. Berdasarkan pengalaman para pejabat dan pemimpin AS terdahulu, tidak ada yang berhasil merealisasikan dialog untuk mencapai solusi damai.

Blinken tidak memberikan perincian tentang langkah untuk mempromosikan tujuan jangka pendeknya atau visi jangka panjangnya. Dalam jangka pendek, Blinken harus bersaing dengan pemerintah sayap kanan Israel yang menentang konsesi terhadap Palestina dan mengesampingkan kemerdekaan Palestina.

Blinken mengatakan, Washington  menentang langkah apapun yang dapat mengecilkan harapan terciptanya solusi dua negara, termasuk pembangunan pemukiman yang dibangun di atas tanah Palestina.  Tapi dia tidak memberikan indikasi tentang bagaimana AS akan merespons jika Israel terus memperluas permukiman Yahudi. Blinken mengulangi kalimat lama tentang komitmen AS terhadap keamanan Israel dan "nilai bersama" antar negara.

Menjelang kedatangan Blinken, Kabinet Netanyahu menyetujui sejumlah hukuman terhadap warga Palestina sebagai tanggapan atas  penembakan di Yerusalem timur akhir pekan lalu, termasuk serangan yang menewaskan tujuh orang di luar sinagoga di pemukiman Yahudi. Pemerintahan Netanyahu berencana meningkatkan pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat. Tentara Israel diperintahkan untuk menghancurkan rumah keluarga penyerang, serta puluhan rumah warga Palestina yang dibangun tanpa izin.

Warga Palestina mengatakan, otoritas Israel tidak pernah mengeluarkan izin bangunan untuk Palestina. Mereka justru mempermudah izin bagi pemukim Yahudi Israel. Sekitar 700.000 pemukim Israel sekarang tinggal di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Yerusalem timur. Kedua wilayah ini direbut oleh Israel dari Palestina pada 1967.

Seorang analis senior di lembaga think tank Palestina Al-Shabaka, Yara Hawari, mengatakan, ekspektasi Palestina untuk kunjungan Blinken rendah sejak awal. Menurutnya, Blinken telah menyampaikan pesan usang yang memanjakan Israel.

"Ini kunjungan buku teks. Amerika Serikat bukan perantara yang jujur ​​dalam situasi ini, jadi saya tidak mengerti bagaimana hal itu bisa membawa apa pun ke meja yang benar-benar akan membawa kita menuju pencapaian hak-hak fundamental Palestina," kata Hawari.

Sementara itu, mantan duta besar Israel untuk Washington, Michael Oren, mengatakan, penyebab kegagalan perdamaian terletak pada Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang dipandang lemah, korup, dan semakin otoriter setelah hampir 20 tahun menjabat. "Saya pikir pemerintahan ini memahami bahwa tidak ada orang yang benar-benar dapat diajak bekerja sama di pihak Palestina. Mereka memiliki masalah lain untuk ditangani," ujarnya.

Kurangnya kepercayaan menjadi salah satu dari banyak alasan pengulangan kegagalan AS untuk mendamaikan Israel-Palestina, sejak perjanjian interim Oslo yang bersejarah 30 tahun lalu.  Selama beberapa dekade, pemerintahan Clinton, Bush, Obama, dan Trump telah mencoba rencana perdamaian Timur Tengah untuk menghentikan pecahnya kekerasan. Namun sejauh ini belum ada yang berhasil.

Pemerintahan Presiden AS Joe Biden saat ini fokus untuk menangani perang Rusia-Ukraina, dan persaingan dengan China di Indo-Pasifik. Pemerintahan Biden tampaknya memiliki sedikit keinginan untuk mengarungi misi perdamaian antara Israel-Palestina, yang pasti akan gagal.

Aaron David Miller, yang menjabat sebagai penasihat pemerintah selama lebih dari dua dekade, menyatakan, dia yakin diplomat AS telah mencapai kesimpulan terbaik yang dapat mereka lakukan untuk mengendalikan ketegangan. "Mereka mencoba untuk mencegah ledakan, tetapi mereka belum menemukan cara untuk melakukannya," kata Miller, yang sekarang menjadi rekan senior di Carnegie Endowment for International Peace.

Bagi warga Palestina, selalu ada satu hal yang konstan di sepanjang upaya perdamaian yang gagal, yaitu keengganan AS untuk menekan Israel. 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement