Kamis 02 Feb 2023 00:35 WIB

Lebanon Devaluasi Kurs Hingga 90 Persen

Lebanon mengadopsi nilai tukar resmi yang baru sebesar 15.000 pounds per 1 dolar AS

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Gubernur Bank Sentral Lebanon Riad Salameh mengatakan Lebanon akan mengadopsi nilai tukar resmi yang baru sebesar 15.000 pounds per 1 dolar AS.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Gubernur Bank Sentral Lebanon Riad Salameh mengatakan Lebanon akan mengadopsi nilai tukar resmi yang baru sebesar 15.000 pounds per 1 dolar AS.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Gubernur Bank Sentral Lebanon Riad Salameh mengatakan Lebanon akan mengadopsi nilai tukar resmi yang baru sebesar 15.000 pounds per 1 dolar AS. Perubahan yang mulai berlaku pada Selasa (1/2/2023) ini menandai devaluasi 90 persen dari nilai tukar saat ini yang tak berubah selama 25 tahun.

Pergerakan dari kurs lama 1.507 ke 15 ribu masih jauh dari pasar di mana pounds Lebanon ditukarkan sekitar 57 ribu per dolar.

Salameh mengatakan perubahan akan berlaku pada bank-bank yang mengarah pada penurunan ekuitas institusi di pusat ledakan finansial Lebanon tahun 2019.

Pengamat memperkirakan perubahan ini tidak banyak berdampak pada ekonomi yang semakin terdolarisasi. Di mana sebagian perdagangan menggunakan kurs pasar.

Pounds Lebanon sudah kehilangan 97 persen nilainya sejak terpecah dari 1.507 pada 2019 lalu. Salameh mengatakan bank-bank komersial di negara itu "akan melihat sebagian ekuitas mereka di pounds turun saat pounds diterjemahkan menjadi 15.000 bukan 1.500."

Ia mengatakan untuk meringankan dampak perubahan ini, bank-bank diberilima tahun "untuk menyusun kembali kerugian akibat devaluasi."

Salameh mengatakan perubahan ke 15.000 merupakan langkah menuju penyatuan berbagai nilai tukar. Sesuai dengan kesepakatan yang dicapai Lebanon dengan Dana Moneter Internasional tahun lalu untuk membuka bantuan senilai 3 miliar dolar AS.

Beberapa kurs bertahan, termasuk kurs resmi, di platform nilai tukar pemerintah Lebanon, Sayrafa saat ini satu dolar masih 38.000 pounds Lebanon.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement