REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menerima kunjungan Raja Yordania Abdullah II di Gedung Putih, Kamis (2/2/2023). Topik mengenai hubungan bilateral dan perkembangan isu di kawasan menjadi pembahasan utama perbincangan mereka.
Gedung Putih dalam keterangannya mengungkapkan, Biden dan Raja Abdullah II menegaskan kembali sifat persahabatan AS-Yordania. “Presiden (Biden) berterima kasih kepada Yang Mulia (Raja Abdullah II) atas kemitraannya yang erat dan peran yang dia serta Yordania mainkan sebagai kekuatan stabilitas di Timur Tengah,” kata Gedung Putih seraya menjelaskan bahwa momen itu terjadi ketika keduanya makan siang bersama.
"Presiden menegaskan komitmen AS yang tak tergoyahkan untuk keamanan dan kemakmuran ekonomi Yordania selama masa tantangan regional dan global ini, dan para pemimpin membahas peluang serta mekanisme untuk mengurangi ketegangan, khususnya di Tepi Barat," kata Gedung Putih.
Biden dan Raja Abdullah II pun sempat membahas isu Israel-Palestina. Biden menegaskan dukungannya yang kuat untuk solusi dua negara guna menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Biden pun mengakui peran penting Kerajaan Yordania sebagai penjaga situs-situs suci di Yerusalem.
Raja Abdullah II tengah melakukan lawatan selama sepekan ke AS. Sebelum bertemu Biden, dia sudah bertemu anggota parlemen dan pejabat-pejabat tinggi AS, termasuk Menteri Luar Negeri Anotny Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin. Blinken diketahui sempat melakukan kunjungan ke Israel dan Palestina baru-baru ini. Dia pun sempat melangsungkan pertemuan dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada Selasa (31/1/2023).
Ketika bertemu Blinken, Abbas menyampaikan bahwa Israel telah merusak solusi dua negara. “Kami menegaskan bahwa pemerintah Israel bertanggung jawab atas apa yang terjadi hari ini, karena praktiknya yang merusak solusi dua negara dan melanggar perjanjian yang ditandatangani, serta karena kurangnya upaya internasional untuk membongkar pendudukan, mengakhiri rezim permukiman, dan kegagalan untuk mengakui negara Palestina dan keanggotaan penuhnya di PBB," kata Abbas.
Abbas mengungkapkan, upaya rakyat Palestina mempertahankan keberadaan dan hak-hak sah mereka di forum dan pengadilan internasional terus memperoleh penentangan. Menurutnya, hal itu pun turut mendorong Israel melakukan lebih banyak kejahatan dan melanggar hukum internasional.
“Ini terjadi pada saat Israel diabaikan, tanpa pencegahan atau pertanggungjawaban, karena melanjutkan operasi sepihaknya, termasuk permukiman, pencaplokan tanah, teror pemukim, menyerbu wilayah Palestina, kejahatan membunuh, penghancuran rumah, pemindahan paksa warga Palestina, mengubah identitas Yerusalem, serta melanggar status quo sejarah dan pelanggaran kesucian Masjid Al-Aqsha,” kata Abbas.