Jumat 03 Feb 2023 22:31 WIB

Indonesia Paparkan Tiga Pendekatan untuk Tangani Isu Myanmar

Lima Poin Konsensus menjadi acuan utama mengatasi krisis Myanmar.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi, kanan, menunjukkan jalan kepada Menteri Luar Negeri Vietnam Bui Thanh Son dalam Pertemuan Dewan Koordinasi Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Sekretariat ASEAN di Jakarta, Indonesia, Jumat, 3 Februari 2023. Asia Tenggara Para menteri luar negeri bertemu di ibukota Indonesia hari Jumat untuk pembicaraan yang akan didominasi oleh situasi yang memburuk di Myanmar meskipun ada agenda yang terfokus pada ketahanan pangan dan energi serta kerja sama di bidang keuangan dan kesehatan.
Foto: AP Photo/Achmad Ibrahim
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi, kanan, menunjukkan jalan kepada Menteri Luar Negeri Vietnam Bui Thanh Son dalam Pertemuan Dewan Koordinasi Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Sekretariat ASEAN di Jakarta, Indonesia, Jumat, 3 Februari 2023. Asia Tenggara Para menteri luar negeri bertemu di ibukota Indonesia hari Jumat untuk pembicaraan yang akan didominasi oleh situasi yang memburuk di Myanmar meskipun ada agenda yang terfokus pada ketahanan pangan dan energi serta kerja sama di bidang keuangan dan kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu Myanmar tetap menjadi salah satu topik utama yang didiskusikan dalam ASEAN Coordination Council (ACC) Meeting ke-32. Isu tersebut dibahas dalam sesi Working Lunch. Selain Lima Poin Konsensus, Indonesia memaparkan tiga pendekatan untuk mengatasi krisis Myanmar.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, pertemuan Working Lunch memang didedikasikan untuk membahas isu Myanmar secara terbuka, jujur, dan mendalam. Retno memberi pengarahan pada pertemuan tersebut tentang pendekatan Indonesia terhadap Myanmar sebagai ketua ASEAN tahun ini.

Baca Juga

 “Bagi Indonesia, Lima Poin Konsensus menjadi acuan utama mengatasi krisis Myanmar,” ucap Retno ketika memberi keterangan pers seusai ACC Meeting diselenggarakan di Gedung Sekretariat ASEAN di Jakarta, Jumat (3/2/2023).

Retno mengatakan, Indonesia akan mengedepankan tiga pendekatan dalam penanganan isu Myanmar. Pertama mendorong keterlibatan semua pemangku kepentingan di Myanmar sebagai langkah awal memfasilitasi kemungkinan-kemungkinan dialog nasional yang inklusif. “Saya juga menceritakan keterlibatan awal saya dengan semua pemangku kepentingan (di Myanmar),” ujar Retno. 

Pendekatan kedua yakni membangun kondisi yang kondusif untuk membuka jalan menuju inklusif. Retno menyebut, ada dua isu penting terkait penciptaan kondisi yang kondusif, yakni mengurangi kekerasan dan melanjutkan bantuan kemanusiaan. “Kedua kondisi ini sangat penting untuk membangun kepercayaan dan keyakinan,” ucapnya. 

Pendekatan ketiga yaitu mensinergikan upaya ASEAN dengan negara tetangga yang memiliki keprihatinan serupa terhadap situasi di Myanmar. Menurut Retno, semua negara ASEAN menyetujui tiga pendekatan Indonesia tersebut. Semua perwakilan pun menyepakati tiga hal.

Pertama mendesak kemajuan signifikan dalam penerapan Lima Poin Konsensus untuk membuka jalan dialog nasional yang inklusif di Myanmar. Kedua disepakati bahwa dialog nasional yang inklusif adalah kunci untuk menemukan resolusi damai terhadap situasi di Myanmar. Ketiga, lingkungan kondusif harus diciptakan dialog inklusif. Caranya dengan mengurangi kekerasan dan pengiriman bantuan kemanusiaan secara tepat waktu.

“Dalam Working Lunch, para menlu (ASEAN) menegaskan kembali pendekatan yang bersatu, saya ulangi, pendekatan yang bersatu dalam menyikapi situasi di Myanmar melalui Lima Poin Konsensus,” kata Retno.

Lima Poin Konsensus disepakati pada April 2021 seusai ASEAN Leaders Meeting di Jakarta. Dalam konsensus tersebut, ASEAN menyerukan agar aksi kekerasan di Myanmar segera diakhiri dan para pihak menahan diri sepenuhnya. Myanmar pun diminta segera memulai dialog konstruktif guna menemukan solusi damai.

Selanjutnya utusan khusus ASEAN akan memfasilitasi mediasi proses dialog dengan bantuan Sekretaris Jenderal ASEAN. ASEAN pun akan memberikan bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre. Terakhir, utusan khusus dan delegasi ASEAN bakal mengunjungi Myanmar untuk bertemu semua pihak terkait.

Krisis di Myanmar pecah setelah militer melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil di sana pada Februari 2021. Mereka menangkap pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior partai National League for Democracy (NLD). NLD adalah partai yang dipimpin Aung San Suu Kyi.

Setelah kudeta, hampir seluruh wilayah di Myanmar diguncang gelombang demonstrasi. Massa menentang kudeta dan menyerukan agar para pemimpin sipil yang ditangkap dibebaskan. Namun militer Myanmar merespons aksi tersebut secara represif dan brutal. Hampir 2.300 warga sipil yang berpartisipasi dalam demonstrasi menentang kudeta tewas di tangan tentara-tentara Myanmar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement