REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan, kode tata perilaku atau Code of Conduct (CoC) di Laut China Selatan menjadi salah satu topik yang dibahas dalam ASEAN Foreign Ministers (AFM) Meeting Retreat. Dia menyebut, seluruh anggota ASEAN mempunyai keinginan untuk mempercepat penyelesaian negosiasi CoC.
“Komitmen para anggota (ASEAN) untuk menyelesaikan negosiasi CoC sesegera mungkin, jelas,” ujar Retno saat memberi keterangan pers seusai memimpin AFM Meeting Retreat di Gedung Sekretariat ASEAN di Jakarta, Sabtu (4/2/2023).
Dia menyebut ada kebutuhan untuk menyepakati CoC yang substantif, efektif, dan dapat diterapkan. “Indonesia siap menyelenggarakan lebih banyak putaran negosiasi CoC tahun ini. Yang pertama akan digelar pada Maret,” ujar Retno.
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Sidharto R. Suryodipuro mengatakan, niat ketua dan anggota ASEAN tahun ini adalah mengintensifkan negosiasi CoC. “Eksplorasi pendekatan baru akan dilakukan,” ucapnya sesuai Retno menyampaikan keterangan persnya.
Sidharto mengatakan, seperti dalam semua negosiasi, perundingan terkait CoC adalah proses. “Proses itu sendiri mungkin sepenting hasilnya. Jadi proses juga adalah kunci. Dan ini adalah sesuatu yang kami niatkan untuk intensifkan,” ujarnya.
Dia menjelaskan masalah Laut China Selatan sudah berlangsung lama. Masalah itu telah eksis sebelum adanya Declaration of Conduct (DoC) dan CoC. “Di antara unsur yang ada di DoC (adalah) semua pihak harus menahan diri dari tindakan yang bisa mengubah situasi di kawasan (Laut China Selatan). Indonesia sendiri, kita tidak menerima segala bentuk upaya yang mengubah situasi di laut,” kata Sidharto.
Untuk menangani perselisihan klaim di Laut China Selatan, ASEAN dan China menandatangani DoC di Kamboja pada November 2002. Deklarasi itu memuat komitmen China dan negara-negara ASEAN untuk mematuhi prinsip-prinsip hukum internasional, menyelesaikan sengketa secara damai, dan menahan diri dari tindakan yang dapat meningkatkan eskalasi.
Kemudian pada 2011 China dan ASEAN kembali berhasil menyepakati Guideline for the Implementation of the DOC. Kesepakatan tersebut menandai dimulainya pembahasan awal mengenai pembentukan CoC atau kode etik di Laut China Selatan. Fungsinya adalah menghadirkan seperangkat mekanisme atau peraturan tata perilaku untuk negara-negara yang berkepentingan di Laut China Selatan. Dengan demikian, potensi pecahnya konflik akibat tumpang tindih klaim dapat diredam.
China diketahui mengklaim sebagian besar Laut China Selatan sebagai teritorialnya. Klaim itu ditentang sejumlah negara ASEAN yang wilayahnya turut mencakup perairan tersebut, seperti Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, Singapura, dan Malaysia. Wilayah Laut Natuna Utara Indonesia juga bersinggungan langsung dengan klaim China di Laut China Selatan.