REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Presiden Suriah Bashar Assad pada Jumat (10/2/2023) meninjau wilayah yang terkena dampak gempa. Dalam kesempatan tersebut, Assad menyinggung Barat yang tetap memberlakukan sanksi di tengah bencana gempa yang menghancurkan sebagian besar Suriah utara.
Assad mengatakan, bencana gempa ini semestinya menjadi kesempatan bagi Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa untuk mendorong pelonggaran isolasi. Menurut Assad, Barat memprioritaskan politik ketimbang kemanusiaan.
"Barat memprioritaskan politik daripada situasi kemanusiaan. Wajar jika mereka mempolitisasi situasi, tetapi tidak ada kemanusiaan, baik sekarang maupun di masa lalu," kata Assad kepada sekelompok wartawan saat mengunjungi lingkungan Masharqa di Aleppo, yang hancur akibat gempa berkekuatan 7,8 skala ritcher.
Assad meninjau lokasi bencana lima hari setelah gempa. Hal ini kontras dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang bergerak cepat mengunjungi wilayah Turki yang hancur akibat gempa.
Bencana gempa ini menambah beban kesengsaraan baru bagi warga Suriah. Negara ini telah dilumpuhkan oleh krisis ekonomi yang telah menarik 90 persen penduduknya ke dalam kemiskinan. Sekarang sebanyak 5,3 juta orang mungkin telah kehilangan tempat tinggal di Suriah akibat gempa.
Kegagalan untuk mengirimkan bantuan atau memulihkan diri dari gempa dapat semakin memicu ketidakpuasan publik terhadap pemerintah.
Pejabat di pemerintahan Assad mengklaim sanksi Amerika dan Eropa menghalangi pengiriman bantuan ke Suriah. Sanksi juga memperlambat operasi pencarian dan penyelamatan warga yang masih terjebak di bawah reruntuhan.
“Assad mencoba mengeksploitasi gempa bumi untuk keluar dari isolasi internasional. Seruan rezimnya untuk pencabutan sanksi adalah upaya normalisasi de facto dengan masyarakat internasional,” kata Direktur Program Timur Tengah dan Afrika Utara di Chatham House, Lina Khatib, kepada The Associated Press.
Uni Eropa mengatakan, Suriah tidak secara resmi meminta bantuan sampai tiga hari setelah gempa. Sementara enam negara anggota mengirimkan bantuan melalui Program Pangan Dunia PBB. Amerika Serikat telah mencabut sementara sanksi yang akan menghambat bantuan gempa. Namun Assad dan pejabat Suriah belum berkomentar mengenai langkah AS tersebut.
Amerika Serikat dan Uni Eropa telah menjelaskan bahwa, mereka tidak akan mengakhiri sanksi yang dijatuhkan atas tindakan keras Assad terhadap oposisi dan metode brutal pasukannya terhadap pemberontak dalam perang saudara. Assad belum menyerukan pencabutan sanksi sejak gempa. Khatib menyatakan, Assad tidak akan menyerukan untuk pencabutan sankai karena akan membuatnya terlihat lemah di depan rakyatnya setelah bertahun-tahun retorika garis keras melawan negara-negara Barat.
Sekutu terdekat Assad seperti Rusia, Iran, dan Cina mengirim bantuan setelah bencana, termasuk Uni Emirat Arab, Mesir, dan Yordania. Negara-negara Arab yang menghindari Suriah sejak 2011, secara perlahan membangun kembali hubungan diplomatik dengan Damaskus. Semakin banyak negara telah menyerukan agar Suriah kembali masuk ke Liga Arab.
“Dinamika ini sudah terjadi, dipimpin oleh Uni Emirat Arab dan bencana gempa bumi dapat mempercepatnya. Gempa memungkinkan negara-negara Arab untuk bekerja dengan cara yang tidak kontroversial karena urgensi kemanusiaan dan memberikan ruang untuk pemulihan hubungan ini terwujud,” ujar Direktur Eksekutif Inisiatif Reformasi Arab, Nadim Houry.
Penundaan dalam mendapatkan bantuan ke Suriah barat laut yang dikuasai oposisi telah memperbaharui perdebatan tentang sistem PBB yang sudah ada untuk memberikan bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut.
PBB mengirim bantuan melalui satu penyeberangan perbatasan dari Turki. PBB telah mengirimkan bantuan ke Suriah barat laut yang dikuasai pemberontak. Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan, PBB telah melakukan kontak dengan pemerintah Suriah terkait konvoi pengiriman bantuan ke wilayah barat laut dengan cepat.
Assad dan Rusia telah menyerukan pengiriman bantuan melalui Damaskus. Namun seruan ini ditentang oleh badan-badan PBB dan negara-negara Barat, karena khawatir Assad akan mengalihkan bantuan ke pendukung. Tetapi para ahli mengatakan, pemimpin Suriah dan Moskow dapat menggunakan urgensi situasi untuk mendorong perubahan.
“Ada kebutuhan mendesak sekarang untuk bantuan kemanusiaan lebih lanjut. Perlu ada solusi yang tidak dipolitisasi, sementara pada saat yang sama tidak jatuh ke tangan rezim,” kata Houry.