REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, pemerintahannya sedang bekerja untuk mencapai kesepakatan damai dengan Arab Saudi. Isu normalisasi hubungan diplomatik antara kedua negara tersebut sudah berembus sejak tahun lalu.
Netanyahu mengungkapkan, mencapai kesepakatan dengan Saudi akan menjadi “lompatan kuantum” diplomatik. “Menjalin hubungan yang hangat dengan Arab Saudi akan mengubah hubungan Israel dengan seluruh dunia Arab,” ucapnya, Ahad (19/2/2023), dilaporkan Times of Israel.
Menurut Netanyahu, jika Israel bisa menormalisasi hubungan diplomatik dengan Saudi, hal itu akan mengakhiri konflik Israel-Arab. Oleh sebab itu, normalisasi relasi dengan Riyadh bakal meluncurkan perubahan bersejarah dalam posisi Israel di Timur Tengah.
“Ini (normalisasi hubungan dengan Saudi) adalah tujuan yang sedang kami kerjakan secara paralel dengan tujuan menghentikan Iran. Keduanya saling terkait,” kata Netanyahu, dikutip Jerusalem Post.
Dia menjelaskan, dunia Arab mengakui keunggulan ancaman Iran. Netanyahu mengatakan, Iran, yang telah dipandang sebagai “musuh bersama” telah membawa dunia Arab lebih dekat ke Israel.
Saat ini Israel diketahui telah menjalin normalisasi diplomatik dengan empat negara Muslim, yakni Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA), Sudan, dan Maroko. Kesepakatan normalisasi dengan keempat negara tersebut dicapai pada September 2020. Tokoh yang menjembatani dan memediasi proses normalisasi tersebut adalah mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Tahun lalu, Pemerintah Arab Saudi kembali menegaskan bahwa pihaknya tidak akan melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel. Hal itu disampaikan seusai kunjungan Presiden AS Joe Biden ke negara tersebut setelah sebelumnya melawat ke Israel dan Palestina.
“Kami telah mengatakan bahwa Arab Saudi mendukung Inisiatif Perdamaian Arab. Faktanya, kami menawarkannya. Kami telah menjelaskan bahwa perdamaian datang pada akhir proses ini, bukan pada awalnya," kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir dalam sebuah wawancara khusus dengan CNN, 16 Juli 2022.
Inisiatif Perdamaian Arab, yang lahir pasca perhelatan KTT Beirut tahun 2002, berisi penawaran normalisasi dunia Arab dengan Israel. Syaratnya, Israel harus angkat kaki dari wilayah yang didudukinya, termasuk Tepi Barat, Jalur Gaza, Dataran Tinggi Golan, dan Lebanon. Palestina pun mesti menjadi negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Secara keseluruhan, terdapat 10 poin penawaran dalam inisiatif itu.
Daya tawar inisiatif tersebut mulai rumpang setelah UEA, Bahrain, Maroko, dan Sudan memutuskan melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel pada 2020. Sejak saat itu, Israel berusaha melobi lebih banyak negara Arab dan Muslim untuk mengikuti jejak keempat negara tersebut.
Dalam kunjungannya ke Saudi pada Jumat 15 Juli 2022 lalu, Joe Biden dikabarkan turut membawa misi itu, yakni mencoba meyakinkan Riyadh agar membuka pintunya bagi Israel. Namun dalam pernyataan bersama kedua negara, AS dan Saudi menegaskan bahwa mereka mendukung penerapan solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina.
“Mengenai masalah Israel-Palestina, kedua belah pihak menggarisbawahi komitmen abadi mereka untuk solusi dua negara, di mana negara Palestina yang berdaulat dan bersebelahan hidup berdampingan dalam perdamaian dan keamanan dengan Israel, sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah Israel-Palestina sesuai dengan parameter yang diakui secara internasional dan Inisiatif Perdamaian Arab,” demikian bunyi pernyataan bersama AS-Arab Saudi.