Ahad 26 Feb 2023 15:17 WIB

Profesor Australia yang Diculik di Papua Nugini Telah Dibebaskan

Seorang profesor Australia, yang diculik selama seminggu telah dibebaskan

Rep: Rizky Jaramaya / Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Bendera Australia.
Foto: abc
Bendera Australia.

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Seorang profesor Australia, yang diculik selama seminggu oleh orang-orang bersenjata di wilayah terpencil Papua Nugini, telah dibebaskan. Australian Broadcasting Corporation pada Ahad (26/2/2023) melaporkan, tiga orang lainnya yang diculik bersama profesor tersebut juga dibebaskan.

Sekelompok peneliti arkeologi, termasuk profesor sebuah universitas Australia, dua lulusan universitas Papua Nugini dan seorang koordinator program diculik pada pekan lalu oleh orang-orang bersenjata. Para penculik menuntut uang tebusan. Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia tidak menanggapi permintaan komentar terkait pembebasan tersebut.

Kelompok peneliti arkeologi itu sedang dalam perjalanan ke desa terpencil Fogoma'iu di wilayah Gunung Bosavi, dekat perbatasan Provinsi Southern Highlands dan Hela. Polisi Papua Nugini melakukan negosiasi kepada para penculik, dan  operasi keamanan yang melibatkan personel pertahanan. Mereka juga berkonsultasi dengan pemerintah Australia dan Selandia Baru.

Profesor itu adalah penduduk Australia dan warga negara Selandia Baru.  Reuters belum menyebutkan nama anggota grup tersebut karena sensitivitas situasi.

Seorang sandera wanita, yang merupakan salah satu dari tim arkeolog lokal, dibebaskan lebih awal.  Saat itu, polisi Papua Nugini mengatakan mereka sedang mengupayakan "resolusi damai" untuk situasi tersebut.

Sebelumnya, Komisaris Polisi David Manning menggambarkan orang-orang bersenjata itu sebagai penjahat bersenjata yang menginginkan uang tunai sebagai imbalan atas pembebasan para tawanan. Manning mengatakan, personel keamanan khusus dikerahkan untuk operasi penyelamatan di daerah dataran tinggi terjal di Papua Nugini.

“Personel pasukan keamanan khusus akan menggunakan segala cara yang diperlukan untuk melawan para penjahat, termasuk menggunakan kekuatan mematikan, untuk memberikan keselamatan dan keamanan orang-orang yang ditahan,” kata Manning, dilaporkan Aljazirah, Selasa (21/2/2023).

Dataran tinggi terjal di Papua Nugini adalah bentangan luas bukit-bukit yang diselimuti hutan. Pemerintah pusat dan pasukan keamanan hanya memiliki sedikit pengaruh di wilayah itu. Dalam beberapa tahun terakhir, wilayah ini mengalami peningkatan perang suku dan masuknya senjata modern.

Polisi mengatakan, orang-orang bersenjata itu secara kebetulan melihat kelompok peneliti tersebut dan membawa mereka ke hutan. Mereka ditahan di dekat Fogoma'iu di perbatasan Provinsi Southern Highlands dan Hela. Para penculik awalnya menuntut tebusan sekitar 1 juta dolar AS dalam waktu 24 jam untuk menjamin pembebasan para sandera. Jumlah permintaan uang tebusan itu kemudian dibatalkan, dan tenggat waktu dihapuskan.

“Kami menawarkan jalan keluar bagi para penculik.  Mereka dapat membebaskan tawanan dan mereka akan diperlakukan secara adil melalui sistem peradilan pidana, tetapi kegagalan untuk mematuhi dan menolak penangkapan dapat membuat para penjahat ini kehilangan nyawa mereka,” kata Manning.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement