Senin 27 Feb 2023 07:32 WIB

Kapal Imigran Karam di Italia, 59 Orang Meninggal

15 orang diantara imigran yang meninggal merupakan anak-anak.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Kapal imigran yang karam. (Ilustrasi). Sebuah insiden kapal imigran menyedihkan kembali terjadi, setelah sebuah kapal kayu yang memuat para imigran menuju daratan Eropa di pantai selatan Italia karam pada Ahad (26/2/2023) pagi.
Foto: Reuters
Kapal imigran yang karam. (Ilustrasi). Sebuah insiden kapal imigran menyedihkan kembali terjadi, setelah sebuah kapal kayu yang memuat para imigran menuju daratan Eropa di pantai selatan Italia karam pada Ahad (26/2/2023) pagi.

REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Sebuah insiden kapal imigran menyedihkan kembali terjadi, setelah sebuah kapal kayu yang memuat para imigran menuju daratan Eropa di pantai selatan Italia karam pada Ahad (26/2/2023) pagi. Pihak berwenang melaporkan kapal yang membawa sejumlah imigran itu karam setelah menabrak karang, dan menewaskan setidaknya 59 penumpang, dimana 15 diantaranya adalah anak-anak.

Kapal yang berlayar dari Turki dan membawa orang-orang dari Afghanistan, Iran dan beberapa negara lainnya ini, tenggelam di laut dengan mengalami gelombang ganas sebelum fajar di dekat Steccato di Cutro, sebuah resor tepi laut di pantai timur Calabria.

Insiden itu membuka kembali perdebatan tentang imigran di Eropa dan Italia, di mana undang-undang baru dari pemerintah sayap kanan Italia yang baru-baru ini terpilih, bersikap keras untuk badan amal penyelamat migran. Walaupun sikap ini juga telah menuai kritik dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lainnya.

Manuela Curra, seorang pejabat pemerintah provinsi setempat, mengatakan kepada Reuters bahwa 81 orang selamat dari kecelakaan kapal tersebut. Dua puluh dari mereka dirawat di rumah sakit, termasuk satu orang dalam perawatan intensif.

Menteri Dalam Negeri Italia, Matteo Piantedosi, yang mengunjungi lokasi kecelakaan kapal imigran itu, mengatakan 20-30 orang mungkin masih hilang, di tengah laporan dari para penyintas bahwa kapal tersebut membawa antara 150 hingga 200 migran.

Kapal itu berlayar dari pelabuhan Izmir Turki barat sekitar empat hari lalu dan terlihat sekitar 74 km (46 mil) di lepas pantai Italia pada Sabtu malam oleh sebuah pesawat yang dioperasikan oleh badan perbatasan Uni Eropa Frontex, kata polisi Italia.

Kapal patroli dikirim untuk mencegatnya, tetapi cuaca buruk memaksa mereka kembali ke pelabuhan, kata polisi, menambahkan bahwa pihak berwenang kemudian mengerahkan unit pencarian di sepanjang garis pantai. "Seorang bayi berusia beberapa bulan termasuk di antara yang ditemukan terdampar di pantai," laporan dari kantor berita ANSA.

Dokter gawat darurat Laura De Paoli menggambarkan penemuan anak lain yang meninggal, berusia tujuh tahun. "Ketika kami sampai di lokasi kapal karam, kami melihat mayat mengambang di mana-mana dan kami menyelamatkan dua pria yang sedang menggendong seorang anak. Sayangnya, yang kecil sudah meninggal," katanya kepada ANSA.

Suaranya pecah karena emosi, Walikota Cutro, Antonio Ceraso, mengatakan kepada saluran berita SkyTG24 bahwa dia telah melihat "sebuah tontonan yang tidak ingin Anda lihat dalam hidup Anda... kondisi yang cukup mengerikan yang akan membekas sepanjang hidup anda".

Dimana puing-puing dari gulet kayu, kapal layar Turki, dan mayat yang berserakan di hamparan pantai yang luas. "Seorang imigran penyintas ditangkap atas tuduhan perdagangan penyeludupan manusia," kata polisi bea cukai Guardia di Finanza.

Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni mengungkapkan kesedihan yang mendalam atas kematian tersebut, dan menyalahkan para pelaku perdagangan manusia yang mendapat untung sambil menawarkan para migran harapan palsu soal perjalanan yang seolah aman.

"Pemerintah berkomitmen untuk mencegah keberangkatan, dan dengan mereka terungkapnya tragedi ini, dan akan terus melakukannya, pertama-tama dengan menyerukan kerja sama maksimal dari negara asa dan tujuannya," katanya.

Pemerintahan PM Meloni menuduh organisasi yang menolong para imigran ini telah mendorong para imigran untuk melakukan perjalanan laut yang berbahaya ke Italia, dan terkadang mereka bekerja dalam kemitraan dengan para penyelundup.

Organisasi Penolong Imigran membantah kedua tuduhan tersebut. "Menghentikan, memblokir, dan menghalangi pekerjaan LSM (organisasi non-pemerintah) hanya akan memiliki satu efek: kematian orang-orang rentan yang dibiarkan tanpa bantuan," cuit badan penyelamat imigran Spanyol Open Arms sebagai reaksi atas kapal imigran yang karam pada Ahad itu.

Namun, lepas pantai Calabria belum dipatroli oleh kapal LSM yang beroperasi di perairan selatan Sisilia. Itu menunjukkan bahwa mereka tidak mungkin mencegat para migran yang karam terlepas dari tindakan keras Meloni.

Kepala Gereja Katolik Italia, Kardinal Matteo Zuppi, menyerukan dimulainya kembali misi pencarian dan penyelamatan imigran ke Uni Eropa di kawasan Mediterania. Langkah ini sebagai bagian dari upaya struktural, bersama, dalam kemanusiaan terhadap krisis imigrasi.

Seorang juru bicara Organisasi Internasional untuk Imigran (IOM) PBB, dengan nada yang sama, mengimbau di Twitter untuk memperkuat operasi penyelamatan di Mediterania. Juru bicara IOM, Flavio Di Giacomo juga menyerukan pembukaan saluran imigran yang lebih teratur ke Eropa, dan perlu tindakan untuk mengatasi berbagai alasan para imigran untuk mencoba penyeberangan laut.

Sebelumnya pada hari Ahad, Paus Fransiskus, mengatakan dia berdoa untuk para korban kapal karam itu. Italia adalah salah satu titik pendaratan utama bagi para imigran yang mencoba memasuki Eropa melalui laut, kemudian berlanjut dengan perjalanan ke negara-negara Eropa utara yang lebih kaya.

Tapi untuk mewujudkan itu, mereka harus berani menempuh rute imigran paling berbahaya di dunia. Proyek pencarian imigran yang hilang di bawah PBB telah mencatat lebih dari 20 ribu kematian dan penghilangan di Mediterania tengah sejak 2014. Lebih dari 220 telah meninggal atau hilang tahun ini, menurut perkiraan.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement