Selasa 28 Feb 2023 06:25 WIB

Di Sidang PBB Menlu Retno Sebut Indonesia Berani Akui 12 Pelanggaran HAM Berat

PBB menggelar Sidang Dewan HAM ke-52 di Jenewa, Swiss.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menghadiri Sidang Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB ke-52 di Jenewa, Swiss, Senin (27/2/2023). Pada kesempatan itu, dia menyinggung tentang keberanian Indonesia mengakui 12 pelanggaran HAM berat masa lalu.
Foto: EPA-EFE/LUKAS COCH
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menghadiri Sidang Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB ke-52 di Jenewa, Swiss, Senin (27/2/2023). Pada kesempatan itu, dia menyinggung tentang keberanian Indonesia mengakui 12 pelanggaran HAM berat masa lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menghadiri Sidang Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB ke-52 di Jenewa, Swiss, Senin (27/2/2023). Pada kesempatan itu, dia menyinggung tentang keberanian Indonesia mengakui 12 pelanggaran HAM berat masa lalu.

Sidang tersebut digelar bertepatan dengan peringatan 75 tahun Deklarasi Universal HAM. “Peringatan 75 tahun Deklarasi Universal HAM harus jadi momentum untuk memperteguh komitmen terhadap penegakan HAM, dan tidak boleh membuat perhatian terhadap kondisi HAM dunia menjadi terpecah,” kata Retno dalam pidatonya, seperti tertulis dalam keterangan yang dirilis Kementerian Luar Negeri.

Baca Juga

Retno mengungkapkan, saat ini dunia penuh dengan ketidakpastian dan tantangan. Jutaan orang masih terampas hak-hak dasarnya. “Pertanyaannya sekarang, apa yang akan kita lakukan? Apakah kita akan diam saja dan acuh tak acuh? Atau apakah kita akan bekerja lebih keras bersama dan berbuat lebih baik?” ucapnya.

Menurut Retno, terdapat tiga area yang harus menjadi fokus, yakni tindakan nyata untuk kemanusiaan, menggandakan upaya pencegahan, dan memperkuat arsitektur HAM. Terkait poin kedua, Retno mengatakan, peningkatan pencegahan akan berkontribusi pada perlindungan yang lebih kuat.

“Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan kebijakan afirmatif, akses yang sama terhadap peluang dan sumber daya, serta mekanisme bantuan. Dewan ini dapat berkontribusi dengan meningkatkan kapasitas nasional dan memfasilitasi pembangunan kapasitas,” ujarnya.

Retno mengungkapkan, pencegahan yang lebih baik juga datang dengan merangkul kesalahan masa lalu. Pada poin ini, Retno menyinggung tentang keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui 12 pelanggaran HAM berat masa lalu. “Awal tahun ini, Presiden saya secara terbuka mengakui dan menyesali 12 peristiwa pelanggaran HAM di masa lalu. Indonesia berkomitmen untuk merehabilitasi para korban, tanpa meniadakan penyelesaian yudisial,” kata Retno.

Dia menambahkan, keberanian mengakui adanya pelanggaran HAM masa lalu menjadi kunci jika dunia ingin lebih melindungi HAM dan mencegah insiden serupa terjadi di masa mendatang. “Dan Indonesia memiliki keberanian itu,” ujar Retno.

Pada 11 Januari lalu, Jokowi mengakui adanya serangkaian pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi di berbagai peristiwa di Indonesia. Hal itu disampaikan setelah dia menerima dan membaca laporan dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM).

“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran HAM yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” ujar Jokowi.

Terdapat 12 pelanggaran HAM berat yang diakui dan disesalkan Jokowi, yakni:

1.     Peristiwa 1965-1966

2.     Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985

3.     Peristiwa Talangsari, Lampung 1989

4.     Peristiwa Rumah Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989

5.     Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998

6.     Peristiwa Kerusuhan Mei 1998

7.     Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999

8.     Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999

9.     Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999

10.  Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002

11.  Peristiwa Wamena, Papua 2003

12.  Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement