Senin 06 Mar 2023 06:55 WIB

Uganda Buat Perahu Wisata dari Daur Ulang Sampah

Proyek ini dijalankan sebagai tanggapan atas berton-ton sampah plastik di danau.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
Sampah plastik, ilustrasi. Uganda membuat perahu wisata dari bahan daur ulang sampah plastik.
Sampah plastik, ilustrasi. Uganda membuat perahu wisata dari bahan daur ulang sampah plastik.

REPUBLIKA.CO.ID, LUZIRA -- Tumbuhan berbunga muncul secara ajaib dari perahu Danau Victoria, memberikan suasana rindang yang memikat banyak pengunjung. Perahu ini sebenarnya terbuat dari bahan daur ulang sampah.

Daya tarik awal menjadi lebih menarik ketika wisatawan ke Uganda mengetahui bahwa tanaman hijau muncul dari proyek tersebut. Perahu yang berbentuk seperti pulau kecil ini menggunakan ribuan botol plastik bertatahkan tanah dan bisa perahu lain pun belabuh.

Baca Juga

Mantan pemandu wisata James Kateeba mulai membangun perahu pada 2017. Proyek ini dijalankan sebagai tanggapan atas berton-ton sampah plastik yang dia lihat di danau setelah hujan lebat.

Kateeba menyadari bahwa kapal tersebut dapat berfungsi sebagai contoh bisnis yang berkelanjutan di tepi Danau Victoria. Sebuah restoran dan bar terapung yang dapat ditambatkan untuk bersenang-senang.

Banyak yang datang untuk bersantai di Luzira, pinggiran danau di ibu kota Uganda Kampala tidak tahu apa-apa tentang latar belakang kapal itu. Kateeba menegaskan, ini adalah upaya konservasi pertama dan terpenting. Dia menyatakan, proyek tersebut upaya satu orang untuk melindungi salah satu danau besar Afrika dari degradasi.

Danau Victoria adalah danau air tawar terbesar kedua di dunia dan membentang di tiga negara. Namun keberadaanya telah diganggu oleh limbah limpasan dan polusi lainnya, penambangan pasir dan penurunan permukaan air sebagian karena perubahan iklim.

Lapisan sampah plastik mengapung di dekat beberapa pantai selama musim hujan. Kondisi ini tanda nyata dari polusi yang mengkhawatirkan komunitas nelayan yang sangat bergantung pada danau.

"Fakta bahwa kita memiliki masalah polusi sebagai sebuah negara ... saya memutuskan untuk merancang sesuatu yang tidak biasa," kata Kateeba mengamati cakrawala danau yang diwarnai dengan zat hijau yang mengindikasikan kontaminan dari tempat pembuatan bir di dekatnya.

Kateeba mulai dengan meminta nelayan dari lokasi pendaratan terdekat untuk mengumpulkan botol plastik dengan sedikit biaya. Dia menerima lebih dari 10 ton botol dalam waktu enam bulan.

Botol-botol ini diikat di jaring ikan dan dipulas dengan tanah padat, menciptakan dasar yang kokoh agar perahu ditambatkan. Gunungan tanah ini juga merupakan lahan subur untuk menanam tanaman tropis.

“Ini adalah morning glory,” katanya dengan bangga, sambil membelai tanaman merambat yang berbunga semarak pada suatu sore.

Saat ini, kapal yang dipasarkan sebagai Pulau Terapung dapat dengan nyaman melayani 100 pengunjung sekaligus. Pada bagian atas kapal, terlihat sekelompok remaja TikTok menari. Di lantai atas, seorang tukang kayu sedang membangun tempat berjemur dari kayu.

Pengusaha yang berkunjung dari Yunani Jaro Matusiewicz mengatakan, belum pernah melihat tempat seperti itu. Dia memuji suasana akomodatif kapal.

"Ini ide yang sangat bagus. Jika dia mengumpulkan botol dan menggunakannya, itu luar biasa! ... Anda tidak hanya membersihkan lingkungan tetapi juga memberikan sesuatu yang unik, sangat unik," ujar Matusiewicz.

Proyek serupa diluncurkan pada 2018 di pantai Kenya. Sebuah perahu kecil yang dikenal sebagai Flipflopi dibangun seluruhnya dari plastik daur ulang yang pernah mengotori pantai dan kota berpasir di sepanjang Samudra Hindia.

Menurut Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP), pada 2021 Flipflopi melakukan pelayaran di Danau Victoria untuk meningkatkan kesadaran akan polusi yang mengganggu ekosistem air tawar paling kritis di kawasan itu.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement