Jumat 17 Mar 2023 14:27 WIB

Ekonomi Lebanon Kolaps, Sekolah Melompong

Padahal Lebanon pernah dikenal karena penghasil tenaga kerja terdidik.

Sebuah sekolah umum tutup saat para guru berunjuk rasa di Beirut, Lebanon pada 20 Januari 2023.
Foto: EPA-EFE/WAEL HAMZEH
Sebuah sekolah umum tutup saat para guru berunjuk rasa di Beirut, Lebanon pada 20 Januari 2023.

REPUBLIKA.CO.ID,BEIRUT -- Rene Mouawad High School melompong. Kelas-kelasnya gelap, tak bercahaya. Kondisi ini seperti sekolah-sekolah umum lainnya di Beirut, Lebanon. Telah berlangsung tiga bulan belakangan. Sementara, para guru berunjuk rasa di depan Kementerian Pendidikan. 

Letaknya, tak jauh dari Rene Mouawad High School. Sekitar seratus guru berdemonstrasi, mengangkat plakat menuntut kenaikan gaji. Nisreen Chahine, ketua persatuan guru honorer, menegaskan usai sudah para guru beramal, dibayar rendah. 

‘’Kami tak akan bernegosiasi lagi. Mereka akan membayar kami sesuai ketentuan atau pulang,’’ ujarnya seperti diberitakan Associated Press, Kamis (16/3/2023). Demonstran menuntut pejabat kementerian menemui mereka. Namun, tak ada seorang pejabat pun yang sudi. Beberapa jam kemudian aksi bubar.

Tuntutan kenaikan muncul karena gaji sudah terlalu rendah bagi mereka untuk memenuhi biaya sewa dan kebutuhan pokok lainnya. Maka guru mendesak ada penyesuaian gaji, subsidi transportasi dan jaminan kesehatan. Pemerintah hanya menawarkan setengah dari tuntutan terkait transportasi dengan alasan tak ada anggaran lagi. 

Meski sekolah sebagian beraktivitas lagi pekan lalu setelah para guru berunjuk rasa, sebagian besar dari mereka meneruskan aksinya. Sekolah-sekolah di Lebanon genting akibat ekonomi kolaps. Dampak krisis politik dalam beberapa dekade, berupa korupsi dan salah urus. Perbaikan dilakukan tetapi belum menuai hasil. 

Sejak krisis bermula pada akhir 2019, hampir tiga perempat dari enam juga warga Lebanon masuk jurang kemiskinan. Nilai mata uang rendah dan inflasi tinggi. Berbulan-bulan anak-anak tak masuk sekolah bahkan sebelum para guru berunjuk rasa menuntut naik gaji sejak Desember lalu. 

Padahal Lebanon pernah dikenal karena penghasil tenaga kerja terdidik dan berkemampuan tinggi. Sayangnya, kini seluruh generasi kehilangan kesempatan bersekolah dan menghadapi ketidakpastian ekonomi dalam jangka panjang.

Bahkan sebelum krisis, alokasi anggaran untuk sekolah umum terbatas. Pada 2020, belanja Pemerintah Lebanon di sektor pendidikan hanya 1,7 persen dari GDP mereka. Menurut Bank Dunia, ini salah satu yang terendah di dunia. 

Anggaran 2022, alokasinya 3,6 triliun lira, setara 90 juta dolar AS. Ini bahkan kurang dari setengahnya anggaran pendidikan dari program kemanusiaan di sana,  sebesar 182 juta dolar AS. Maka pemerintah mengandalkan sekolah swasta dan amal dalam pendidikan anak-anak.

Lembaga-lembaga kemanusiaan mengeluarkan dana untuk gaji dan memelihara infrastruktur yang ada. Dua pertiga anak Lebanon pergi ke sekolah swasta, saat bersamaan ratusan ribu lainnya drop out akibat lembaga pendidikan itu juga kian mahal. 

Sebelum ada unjuk rasa guru, lebih dari 700 ribu anak di Lebanon, banyak juga yang merupakan pengungsi Suriah tak sekolah karena krisis ekonomi. Dengan adanya mogok guru, ujar UNICEF, bertambah lagi 500 ribu anak tak bersekolah. 

Deputi perwakilan UNICEF di Lebanon, Ettie Higgins mengatakan, pekan lalu mereka menyerahkan 14 juta dolar AS untuk membayar gaji staf dari lebih sekolah umum. 

Rana Ghalib, ibu dari empat anak, khawatir melihat anaknya di rumah saat seharusnya mereka sekolah. Anak laki-lakinya yang berusia 14 tahun, mesti mengulang di kelas 6 ketinggalan pelajaran akibat disrupsi sebelumnya. 

sumber : ap
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement