REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Majelis Nasional Prancis pada Senin (20/3/2023) akan memberikan suara terkait mosi tidak percaya terhadap Presiden Emmanuel Macron. Pemerintahan Macron menghadapi momen kritis setelah memutuskan menggunakan konstitusional khusus untuk meloloskan undang-undang reformasi pensiun tanpa melalui voting di parlemen.
Reformasi pensiun telah memicu protes para pekerja selama berminggu-minggu. Protes tersebut memicu kerusuhan selama tiga malam terakhir di Paris dan seluruh negeri, dengan ratusan orang ditangkap. Aksi protes ini mengingatkan pada protes Rompi Kuning yang meletus pada akhir 2018 karena tingginya harga bahan bakar.
Kantor Macron pada Ahad (19/3/2023) malam memanggil ketua majelis tinggi Senat dan Majelis Nasional. Dalam pertemuan itu, Macron mengatakan, dia ingin reformasi pensiun menuju "akhir dari proses demokrasinya". Macron juga mengatakan kepada mereka bahwa pemerintah "melindungi" anggota parlemen yang menghadapi tekanan menjelang pemungutan suara.
Anggota parlemen oposisi mengajukan dua mosi tidak percaya di parlemen pada Jumat (17/3/2023). Kelompok sentris Liot mengusulkan mosi tidak percaya multipartai, yang ditandatangani bersama oleh aliansi paling kiri Nupes. Beberapa jam kemudian, partai National Rally sayap kanan Prancis, yang memiliki 88 anggota Majelis Nasional, juga mengajukan mosi tidak percaya.
Kendati partai Macron kehilangan mayoritas mutlaknya di majelis rendah setelah pemilu tahun lalu, ada sedikit kemungkinan mosi tidak percaya yang diajukan oleh multipartai akan lolos. Kecuali jika aliansi kejutan anggota parlemen dari semua sisi dibentuk mulai dari partai sayap kiri ke partai sayap kanan.
Para pemimpin partai konservatif Les Republicains (LR) telah mengesampingkan aliansi semacam itu. Tak satu pun dari mereka yang mensponsori mosi tidak percaya pertama yang diajukan pada Jumat. Namun partai masih menghadapi beberapa tekanan.
Di Kota Nice, kantor pemimpin Les Republicains, Eric Ciotti digeledah. Dia juga menerima ancaman akan terjadi kerusuhan jika tidak mendukung mosi tidak percaya.
"Mereka ingin menekan suara saya pada Senin. Saya tidak akan pernah menyerah kepada pengikut baru Teror," ujar Ciotti di Twitter.
Reformasi pensiun yang diusulkan oleh Macron yaitu menaikkan usia pensiun sebanyak dua tahun menjadi 64 tahun. Menurut pemerintah, reformasi ini sangat penting untuk memastikan sistem pensiun tidak bangkrut.
Jika pemerintah selamat dari mosi tidak percaya pada Senin, aliansi luas serikat pekerja utama Prancis akan tetap bergerak untuk memaksa pemerintah menghapus reformasi pensiun. Pemimpin serikat buruh CFDT yang moderat, Laurent Berger, mengatakan kepada harian Prancis Liberation, reformasi pensiun bukan sebuah kegagalan, namun sebuah kecelakaan bagi pemerintah.
Sementara pemimpin serikat buruh CGT sayap kiri, Philippe Martinez, mengatakan di televisi BFM bahwa, dia mengutuk reformasi pensiun dan kerusuhan dalam aksi protes. Menurutnya, Macron harus bertanggung jawab jika tingkat kemarahan pengunjuk rasa menjadi sangat tinggi.
Menurut jajak pendapat IFOP-Journal du Dimanche, popularitas Macron telah turun empat poin dalam sebulan terakhir menjadi 28 persen. Ini adalah level terendah sejak krisis Rompi Kuning.
Aksi mogok di kilang minyak negara terus berlanjut selama akhir pekan, sehingga meningkatkan kekhawatiran terkait potensi kekurangan bahan bakar. Seorang pejabat federasi SPBU Mobilians, Rene-Jean Souquet-Grumey, mengatakan, kurang dari 4 persen SPBU Prancis mengalami gangguan pasokan.
Dalam wawancara kepada surat kabar Le Parisien, Menteri Keuangan Bruno Le Maire mengomentari prospek pemungutan suara mosi tidak percaya. Menurut Le Maire, tidak akan ada suara mayoritas untuk menjatuhkan pemerintah.
"Tapi ini akan menjadi momen kebenaran. Apakah reformasi pensiun layak menjatuhkan pemerintah dan (menciptakan) kekacauan politik? Jawabannya jelas tidak. Setiap orang harus mengambil tanggung jawabnya," ujar Le Maire.