REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah Indonesia mendorong Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) agar menjadi organisasi yang bersatu, adaptif dan bermanfaat bagi umat dan dunia, termasuk melalui pemajuan hak-hak perempuan.
Dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-49 OKI di Nouakchott, Mauritania pada 16-17 Maret, Direktur Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Tri Tharyat menyampaikan empat pesan utama, menurut keterangan Kemenlu RI pada Senin (20/3/2023).
Pesan pertama yang disampaikan Duta Besar Tri Tharyat dalam pertemuan OKI itu adalah mengenai pemajuan hak-hak perempuan. Menurut dia, Islam sangat menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak perempuan, dan kontribusi perempuan dalam dunia Islam juga sangat nyata.
Untuk itu, kata dia, Indonesia mendorong agar OKI menjadikan isu hak-hak perempuan sebagai salah satu agenda yang menjadi perhatian utama.
"OKI harus berada di garda terdepan dalam mendorong pemajuan hak-hak perempuan dalam Islam," ujar Tri Tharyat.
Pesan kedua yang dia sampaikan adalah dorongan untuk OKI harus memainkan peran yang lebih besar dalam mengatasi situasi di Afghanistan. "Indonesia mendorong agar OKI mendesak Pemerintah Taliban untuk membatalkan kebijakan yang membatasi hak-hak perempuan Afghanistan," termasuk dalam bidang pendidikan, katanya.
Dia juga menyampaikan tentang kesiapan Indonesia untuk berpartisipasi dalam kunjungan ulama negara-negara anggota OKI ke Afghanistan. "Komitmen Indonesia dalam mendorong pemajuan hak-hak perempuan di Afghanistan sangat jelas," tutur Tri Tharyat.
Dia menyebutkan bahwa pada Desember 2022, Indonesia bersama Qatar menyelenggarakan Konferensi Internasional mengenai Pendidikan bagi Perempuan Afghanistan yang berhasil mengumpulkan komitmen bantuan internasional untuk sektor pendidikan dan kesehatan di Afghanistan.
Selanjutnya, pesan ketiga yang disampaikan Indonesia dalam pertemuan OKI itu adalah mengenai dukungan terhadap perjuangan kemerdekaan Palestina. Di tengah kesewenang-wenangan penjajahan Israel, Indonesia menegaskan pentingnya OKI untuk bersatu dan melakukan langkah konkret untuk mendukung Palestina, kata Tri Tharyat.
Upaya mendukung Palestina itu, menurut dia, termasuk melalui dukungan terhadap permintaan pendapat hukum (Advisory Opinion) dari Mahkamah Internasional (ICJ) serta dorongan terhadap proses perdamaian.
Hal terakhir yang disampaikan oleh Pemerintah Indonesia dalam pertemuan itu adalah pentingnya bagi OKI untuk memperkuat kerja sama konkret dalam bidang pembangunan.
"Hal ini terutama agar OKI dapat memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan umat. Beberapa bidang kerja sama yang diusulkan Indonesia antara lain dalam pengembangan vaksin, kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana dan industri halal," jelas Tri Tharyat.
Selain itu, Pemerintah Indonesia juga mendorong kolaborasi OKI dengan berbagai pihak, termasuk dengan Pusat Kerja Sama Selatan-Selatan yang berkedudukan di Jakarta.
"OKI harus terus memperkuat kesatuan, solidaritas dan spirit kolaborasi dalam menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi oleh umat dan dunia saat ini," kata Dubes Tri Tharyat.
OKI dibentuk pada 1967 untuk meningkatkan solidaritas Islam serta menjadi wadah kerja sama di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan ilmu pengetahuan. OKI beranggotakan 57 negara Islam atau berpenduduk mayoritas Muslim di kawasan Asia dan Afrika.
Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia senantiasa memainkan peran aktif dalam mendorong kiprah dan kerja sama OKI.