REPUBLIKA.CO.ID, WILMINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Ahad (19/3/2023). Biden mengungkapkan keprihatinan atas rencana perombakan sistem peradilan Israel dan mendorong kompromi.
Gedung Putih mengatakan, Biden menegaskan kembali kekhawatiran AS tentang tindakan membatalkan isolasi peradilan dari sistem politik negara itu. "Biden menggarisbawahi keyakinannya bahwa nilai-nilai demokrasi selalu, dan harus tetap, menjadi ciri khas hubungan AS-Israel, bahwa masyarakat demokratis diperkuat dengan pemeriksaan dan keseimbangan yang sejati, dan bahwa perubahan mendasar harus dilakukan. dengan basis dukungan rakyat seluas mungkin," ujar keterangan tersebut.
Menurut Gedung Putin, Biden menawarkan dukungan untuk upaya yang sedang dilakukan dalam menempa kompromi pada usulan reformasi peradilan. Reformasi peradilan ini harus konsisten dengan prinsip-prinsip inti tersebut.
Sedangkan Netanyahu mengatakan kepada Biden, bahwa Israel akan tetap menjadi wilayah demokrasi yang kuat dan bersemangat. Dia meyakinkan perubahan hukum akan dilakukan secara bertanggung jawab sambil melindungi hak-hak dasar semua warga Israel.
Pemerintahan sayap paling kanan di negara itu mengatakan, perombakan itu dimaksudkan untuk memperbaiki ketidakseimbangan yang telah memberi pengadilan terlalu banyak kekuasaan. Perubahan aturan dinilai akan mencegah anggota parlemen untuk melaksanakan kehendak pemungutan suara publik.
Para kritikus mengatakan, perombakan itu justru akan merusak sistem check and balances Israel yang rumit dan menggeser negara itu ke arah otoritarianisme. Penentang tindakan tersebut telah melakukan protes, bahkan melibatkan militer negara, setelah lebih dari 700 perwira elit dari Angkatan Udara, pasukan khusus, dan Mossad akan berhenti menjadi pasukan sukarelawan dalam bertugas.