Selasa 21 Mar 2023 11:33 WIB

Menkeu Israel Dikecam karena Sebut Palestina tidak Pernah Ada

Menkeu Israel menyatakan tidak ada sejarah atau budaya Palestina dan rakyat Palestina

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
 Bendera Palestina diturunkan dari sebuah gedung oleh otoritas Israel setelah dipasang oleh kelompok advokasi yang mempromosikan koeksistensi antara Palestina dan Israel, di Ramat Gan, Israel, Rabu, 1 Juni 2022.
Foto: AP/Oded Balilty
Bendera Palestina diturunkan dari sebuah gedung oleh otoritas Israel setelah dipasang oleh kelompok advokasi yang mempromosikan koeksistensi antara Palestina dan Israel, di Ramat Gan, Israel, Rabu, 1 Juni 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich mendapat kecaman pada Senin (20/3/2023). Dia sebelumnya menyatakan tidak ada sejarah atau budaya Palestina dan tidak ada yang namanya rakyat Palestina.

Smotrich menyampaikan pidatonya di podium yang ditutupi dengan variasi bendera Israel, yang menunjukkan negara Israel dengan batas-batas yang diperluas yang mencakup Tepi Barat, Yerusalem Timur, Gaza, dan Yordania. "Apakah ada sejarah atau budaya Palestina? Tidak ada. Tidak ada yang namanya orang Palestina," kata pengawas wilayah pendudukan Tepi Barat  dalam cuplikan pidato di sebuah konferensi di Prancis yang dibagikan secara luas di media sosial.

Yordania menyuarakan kemarahan atas bendera di atas panggung di samping Smotrich. Pemerintah Amman mengatakan telah memanggil duta besar Israel untuk memprotes.

"Ini adalah perilaku provokatif yang tidak bertanggung jawab oleh seorang menteri pejawat dan melanggar norma-norma internasional dan perjanjian perdamaian Yordania-Israel. Perilaku ekstremis ini mendorong ke arah eskalasi," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Yordania Sinan al Majali.

Majali menegaskan, Yordania meminta pemerintah Israel untuk mengambil sikap jelas dan jujur. Kementerian Luar Negeri Israel kemudian menulis di Twitter, bahwa negara itu berkomitmen pada perjanjian damai 1994 dengan Yordania. "Tidak ada perubahan dalam posisi Negara Israel, yang mengakui integritas teritorial Kerajaan Hashemite," tulis keterangan tersebut.

Juru bicara Smotrich mengatakan, bendera itu dipasang oleh penyelenggara konferensi dan menteri adalah tamu.

Sedangkan Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengutuk pernyataan Smotrich. Dia mengatakan bahwa itu merupakan hasutan untuk melakukan kekerasan. Kementerian Luar Negeri Palestina mengatakan, dengan menyangkal keberadaan rakyat Palestina dan hak-hak nasionalnya yang sah di tanah air, para pemimpin Israel mendorong lingkungan yang memicu ekstremisme dan terorisme Yahudi terhadap rakyat Palestina.

Wakil juru bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Farhan Haq menggambarkan pernyataan Smotrich sebagai tindakan yang sama sekali tidak membantu. "Jelas, ada orang Palestina yang sangat jelas dan nyata. Hak-hak mereka ditegakkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa," ujarnya.

Sekutu Barat juga mengkritik pernyataan tersebut. "Kami sangat keberatan dengan bahasa seperti itu. Kami tidak ingin melihat retorika apa pun, tindakan atau retorika apa pun ... yang dapat menghalangi atau menjadi penghalang bagi solusi dua negara yang layak, dan bahasa seperti itu," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) John Kirby.

Uni Eropa menyatakan dengan tegas bahwa menyesalkan komentar lain yang tidak dapat diterima dari Smotrich. Pernyataan itu dinilai berbahaya dan kontraproduktif.

Terjadi lonjakan konfrontasi di Tepi Barat selama setahun terakhir, dengan serangan militer Israel hampir setiap hari dan meningkatnya kekerasan oleh pemukim Yahudi. Selama setahun terakhir, pasukan Israel telah membunuh lebih dari 250 warga Palestina, termasuk pejuang dan warga sipil, sementara lebih dari 40 warga Israel dan orang asing tewas dalam serangan Palestina.

Warga Palestina berusaha mendirikan negara di Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza, wilayah yang direbut Israel dalam perang 1967. Pembicaraan perdamaian yang ditengahi AS telah terhenti sejak 2014 dan Palestina mengatakan Israel telah merusak harapan akan negara yang layak dengan memperluas permukiman Yahudi di tanah yang diduduki.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement