REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr pada Rabu (22/3/2023) mengatakan, empat pangkalan militer baru di bawah perjanjian pertahanan dengan Amerika Serikat (AS) akan berlokasi di berbagai wilayah Filipina. Salah satunya di provinsi yang menghadap Laut Cina Selatan.
Februari lalu, Marcos memberikan akses kepada AS ke empat lokasi pangkalan militer di bawah Perjanjian Kerjasama Pertahanan yang Ditingkatkan (EDCA) 2014. Perjanjian ini muncul di tengah meningkatnya ketegasan Cina di Laut Cina Selatan dan Taiwan.
"Ada empat lokasi tambahan yang tersebar di sekitar Filipina, ada yang di utara, ada yang di sekitar Palawan, ada yang lebih jauh ke selatan," kata Marcos kepada wartawan.
EDCA memungkinkan akses militer AS ke pangkalan Filipina untuk pelatihan bersama, pra-penempatan peralatan dan pembangunan fasilitas seperti landasan pacu, penyimpanan bahan bakar, dan perumahan militer. Tetapi kesepakatan ini bukan kehadiran permanen.
"Filipina dan AS akan segera mengumumkan lokasi pangkalan itu," kata Marcos.
Marcos menambahkan, lokasi pangkalan militer itu akan meningkatkan kemampuan negara itu untuk mempertahankan sisi timur Pulau Luzon. Luzon adalah pulau utama Filipina terdekat dengan Taiwan.
Kementerian Luar Negeri Cina pada Rabu menegaskan kembali pendiriannya bahwa, pihak AS meningkatkan ketegangan dengan memperkuat penempatan militernya di kawasan itu. Cina menambahkan negara-negara harus waspada dan menghindari agar tidak dimanfaatkan oleh AS.
"Kami umumnya percaya bahwa kerja sama pertahanan antar negara harus kondusif bagi perdamaian dan stabilitas kawasan, dan tidak boleh ditujukan pada pihak ketiga atau merugikan kepentingan pihak ketiga," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Wang Wenbin kepada wartawan dalam jumpa pers reguler.
Seorang mantan kepala militer Filipina secara terbuka mengatakan, AS telah meminta akses ke pangkalan di Isabela, Zambales dan Cagayan, yang terletak di Pulau Luzon serta menghadap ke utara menuju Taiwan. Sementara pangkalan di Palawan dekat Kepulauan Spratly yang disengketakan di Laut Cina Selatan.
Beberapa pemimpin pemerintah daerah di lokasi potensial EDCA telah menentang keputusan Marcos. Mereka khawatir mereka akan terseret ke dalam konflik antara AS dan Cina atas Taiwan. Marcos mengatakan, pemerintah telah melakukan pembicaraan dengan para kepala daerah mengenai pentingnya perluasan akses AS dan keuntungannya untuk provinsi mereka.
Washington telah berkomitmen untuk menggelontorkan investasi infrastruktur senilai 80 juta dolar AS di lima lokasi yang ada, yaitu Pangkalan Udara Antonio Bautista di Palawan, Pangkalan Udara Basa di Pampanga, Benteng Magsaysay di Nueva Ecija, Pangkalan Udara Benito Ebuen di Cebu, dan Pangkalan Udara Lumbia di Mindanao. Berbicara di hadapan pasukan Filipina, Marcos mengatakan kepada mereka untuk waspada karena ancaman eksternal terhadap keamanan menjadi lebih kompleks dan tidak dapat diprediksi.
"Waspadalah terhadap unsur-unsur yang akan merusak perdamaian yang kami peroleh dengan susah payah, stabilitas yang diperoleh dengan susah payah, terus tingkatkan hubungan dengan rekan-rekan Anda di luar negeri," kata Marcos.
Marcos mengatakan, dia menyadari ancaman yang muncu terhadap wilayah negaranya. Menurut Marcos, ancaman ini akan membutuhkan penyesuaian dalam strategi keamanan Filipina.
"Lingkungan keamanan eksternal menjadi lebih kompleks. Ini menjadi lebih tidak dapat diprediksi," kata Marcos.