REPUBLIKA.CO.ID, KAMPALA -- Parlemen Uganda loloskan undang-undang yang akan mengkriminalisasi LGBTQ. Legislasi ini memberi wewenang lebih besar pada pihak berwenang dalam menghadapi komunitas gay.
Lebih dari 30 negara Afrika termasuk Uganda melarang hubungan sesama jenis. Tapi kelompok hak asasi manusia (HAM) Human Rights Watch mengatakan legislasi Uganda tampaknya rancangan undang-undang pertama yang menghukum orang yang mengidentifikasi dirinya sebagai lesbian, gay, bisexual, transgender dan queer (LGBTQ).
Pendukungnya mengatakan undang-undang ini diperlukan untuk melarang berbagai aktivitas LGBTQ yang menurut mereka mengancam nilai-nilai tradisional di negara konservatif dan religius itu. Selain melarang hubungan seksual sesama jenis, legislasi ini juga melarang mempromosikan, mendukung dan terlibat aktivitas homoseksualitas.
Melanggar undang-undang ini dijatuhi hukuman berat termasuk hukuman mati untuk apa yang disebut memperparah homoseksulitas dan penjara seumur hidup untuk seks sesama jenis. Beberapa kategori yang masuk memperparah homoseksulitas antara lain melakukan hubungan seks sesama jenis dengan orang berusia di bawah 18 tahun atau pelakunya positif HIV.
"Pencipta kami Tuhan senang (mengenai) apa yang terjadi, saya mendukung undang-undang untuk melindungi masa depan anak-anak kami," kata anggota Parlemen Uganda, David Bahati, saat debat, Rabu (22/3/2023).
"Ini mengenai kedaulatan negara kami, tidak boleh ada yang mengancam kami, tidak boleh ada yang mengintimidasi kami," katanya.
Legislasi ini akan dikirim ke Presiden Yoweri Museveni untuk ditandatangani menjadi hukum. Aktivis LGBTQ Uganda Frank Mugisha mengecam legislasi yang menurutnya kejam.
"Undang-undang ini sangat ekstrem dan kejam, ini mengkriminalisasi orang-orang LGBTQ, tapi mereka juga mencoba untuk sepenuhnya menyingkirkan eksistensi LGBTQ Uganda," katanya.
Museveni belum memberikan komentar mengenai rancangan undang-undang yang baru. Tapi ia sudah lama menentang hak-hak LGBTQ dan pada tahun 2013 menandatangani undang-undang anti-LGBTQ yang negara-negara Barat kecam sebelum pengadilan domestik mencabutnya karena alasan kesalahan prosedur.
Beberapa pekan terakhir pihak berwenang Uganda menindak keras anggota komunitas LGBTQ setelah pemimpin agama dan politisi menuduh para siswa direkrut ke homoseksualitas di sekolah. Bulan ini pihak berwenang menangkap seorang guru sekolah di distrik Jinja atas tuduhan "memperlakukan gadis-gadis muda ke dalam praktik seks yang tidak wajar".
Guru perempuan itu didakwa atas pasal ketidaksenonohan dan sedang ditahan menunggu sidang. Pada Senin (20/3/2023) polisi mengatakan mereka menangkap enam orang yang dituduh menjalankan jaringan yang "aktif terlibat dalam merayu anak-anak laki-laki untuk melakukan tindakan sodomi."