Kamis 23 Mar 2023 14:27 WIB

Direktur Intelijen Pertahanan AS: Korut Belum Segera Gelar Uji Coba Nuklir

Kim Jong Un belum siap menggelar uji coba nuklir selama latihan militer AS-Korsel

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
 Kendaraan lapis baja Angkatan Darat A.S. bersiap untuk menyeberangi sungai Hantan di lapangan latihan di Yeoncheon, dekat perbatasan dengan Korea Utara, Senin (13/3/2023). Militer Korea Selatan dan A.S. meluncurkan latihan militer gabungan terbesar mereka dalam beberapa tahun pada hari Senin.
Foto: AP Photo/Ahn Young-joon
Kendaraan lapis baja Angkatan Darat A.S. bersiap untuk menyeberangi sungai Hantan di lapangan latihan di Yeoncheon, dekat perbatasan dengan Korea Utara, Senin (13/3/2023). Militer Korea Selatan dan A.S. meluncurkan latihan militer gabungan terbesar mereka dalam beberapa tahun pada hari Senin.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Direktur Badan Intelijen Pertahanan (DIA) Amerika Serikat (AS) Letnan Jenderal Scott Berrier mengatakan Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un tampaknya belum siap menggelar uji coba nuklir selama latihan militer AS-Korea Selatan (Korsel). Tapi, tambahnya, AS selalu waspada.

Selama hampir satu tahun terakhir Washington memperingatkan Korut mungkin akan segera menggelar uji coba nuklir pertamanya sejak 2017 lalu. Uji coba itu dianggap menjadi provokasi serius terhadap AS, Korsel dan Jepang.

Peringatan tersebut sudah disampaikan Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan dan beberapa pejabat pemerintah AS lainnya sejak Mei 2022 lalu sebelum kunjungan Presiden AS Joe Biden ke Asia.

"Saya juga menunggunya," kata Berrier pada wartawan di kantor pusat DIA, Rabu (22/3/2023).

"Terdapat banyak faktor berbeda yang berperan dalam kalkulus keputusan (Kim) mengenai itu. Dan ada banyak hal yang kami amati dalam hal indikasi dan peringatan. Keduanya belum sejalan," katanya.

Berrier mengatakan Kim dapat memilih waktu uji coba nuklir bertepat dengan latihan militer AS-Korsel yang dinama Freedom Shield. Latihan 11 hari itu dijadwalkan selesai pada Kamis (23/3/2023).

"Tampaknya ia tidak akan melakukannya, tapi ia akan membuka sumbatan pada waktu dan tempat yang ia pilih, sesuatu yang kami amati dengan amat sangat hati-hati," tambahnya.

Dewan Keamanan PBB melarang Korut menggelar uji coba nuklir dan rudal balistik. Dewan Keamanan juga telah memperberat sanksi pada Pyongyang selama bertahun-tahun untuk memutus aliran dana yang digunakan untuk program tersebut.

Beberapa tahun terakhir lembaga 15 negara anggota itu terpecah menjadi dua kelompok dalam menghadapi Korut. Meski Rusia dan Cina mendukung sanksi yang lebih leberat pada uji coba nuklir terakhir Korut. Pada Mei 2022 lalu mereka memveto usulan AS untuk menambah sanksi PBB pada Korut yang kembali meluncurkan rudal balistik.

Tahun lalu jumlah uji coba rudal yang Korut gelar tembus rekor, termasuk uji coba rudal balistik antar-benua yang dirancang menjangkau wilayah AS. Korut terus menggelar uji coba hingga Rabu kemarin, tiga hari setelah menembakan rudal jarak pendek ke laut.

Kantor berita Korsel, Yonhap melaporkan peluncuran Rabu kemarin dapat melibatkan rudal jelajah strategis.

Kata "strategis" biasanya digunakan untuk menggambarkan senjata yang memiliki kemampuan nuklir. Terakhir kali Korut menembakan rudal jelajah adalah 12 Maret lalu, ketika mereka menembakannya dari kapal selam.

Berrier mengatakan ia yakin Kim Jong Un tidak puas dengan program rudalnya beberapa tahun terakhir. "Ia terus mengejar keakuratan dan kekuatan yang lebih besar dari pasukan rudalnya," kata Berrier.

Ia mencatat pasukan angkatan darat konvensional Korut "telah berhenti berkembang seiring waktu". Saat Kim terus mengejar program senjata nuklir dan rudalnya.

"Tapi menurut saya ini Korea Utara yang lebih berbahaya dibandingkan di masa lalu," kata Berrier.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement