Kamis 23 Mar 2023 17:10 WIB

Terjebak dan Menganggur, Kisah Generasi Muda Gaza Mencari Hidup Lebih Baik

Sarjana Palestina kesulitan mendapat pekekerjaan.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Friska Yolandha
 Tentara Israel menyaksikan seorang pekerja Palestina melintasi bagian pagar pemisah Israel yang rusak, pulang ke rumah setelah seharian bekerja di Israel, di desa Jalameh Tepi Barat, dekat Jenin, Senin, 6 September 2021. Generasi muda Palestina kesulitan mendapatkan pekerjaan.
Foto:

FAKSI POLITIK

Pekerjaan di Gaza langka, baik untuk lulusan perguruan tinggi maupun lulusan lain di bawahnya. Dan ketika suatu posisi pekerjaan itu muncul, sering kali posisi itu diberikan kepada seseorang yang memiliki hubungan dengan faksi politik tertentu.

Kondisi krisis itu disebabkan oleh blokade yang dipimpin Israel selama 16 tahun di wilayah Gaza, rumah bagi 2,3 juta orang warga Palestina. Kondisi itu diperparah dengan perpecahan politik internal yang telah melemahkan aspirasi politik Palestina untuk menjadikan Gaza sebagai negara bagian yang kuat.

Ahmed Al-Deek, seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Palestina, mendesak warga Palestina dari Gaza, termasuk yang berada di kamp-kamp pengungsi di negara-negara Arab, untuk menghindari perjalanan ilegal sebagai imigran. Namun Al-Deek mengatakan, blokade yang dipimpin Israel adalah alasan utama bagi pemuda Gaza untuk pergi ke luar negeri demi masa depan yang lebih baik.

Deek juga menyalahkan perpecahan politik di internal yang berlanjut antara Fatah dan Hamas dan ia mendesak semua pejabat di Jalur Gaza untuk memikul tanggung jawab mereka. Berusaha menyelesaikan masalah kaum muda Palestina dan memberi mereka kehidupan yang lebih bermartabat.

Warga Gaza mengatakan mereka diperintah oleh tiga pemerintah, pertama Otoritas Palestina Presiden Mahmoud Abbas, yang memiliki pemerintahan sendiri dan terbatas di Tepi Barat yang diduduki Israel, dan yang mempekerjakan ribuan orang di Gaza. Kedua kelompok Islam Hamas, yang menjalankan Gaza, dan ketiga pihak Israel, entitas ketiga yang mengontrol perbatasan de facto-nya.

Seorang pemuda, Mohammad Kuhail, 26 tahun, lulusan sarjana fisioterapi, telah mencoba selama enam tahun untuk mendapatkan pekerjaan di lembaga-lembaga yang dijalankan oleh Hamas, PBB atau yang berafiliasi dengan gerakan Fatah yang dibekingi Presiden Abbas.

"Jika saya dari Hamas, mereka akan mempekerjakan saya," kata pria berusia 26 tahun itu. 

“Fatah juga sama, Fatah peduli dengan orang-orang Fatah,” kata Kuhail yang menghabiskan waktunya di kafe-kafe murahan bersama teman-teman pengangguran lainnya.

Enam saudara kandungnya adalah lulusan sarjana, dua insinyur, dan mereka tidak ada yang pernah mendapat pekerjaan, katanya. Mereka hanya bergantung pada keluarga, yakni pada pekerjaan sang ayahnya, sebagai seorang penjaga sekolah.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement