Jumat 24 Mar 2023 22:37 WIB

China: Washington tak Bisa Buktikan TikTok Ganggu Keamanan Nasional AS

China tak pernah menuntut TikTok untuk serahkan data pengguna di AS.

CEO TikTok Shou Zi Chew saat memenuhi panggilang Kongres Amerika Serikat.
Foto: Tangkapan Layar/VOA
CEO TikTok Shou Zi Chew saat memenuhi panggilang Kongres Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning menegaskan bahwa Pemerintah China tak pernah menuntut TikTok menyerahkan informasi apa pun menyangkut jutaan penggunanya di Amerika Serikat.

Penegasan ini disampaikan setelah Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat menggelar dengar pendapat dengan CEO TikTok Shou Zi Chew dan jajarannya pada Rabu waktu AS.

Baca Juga

Mao Ning menepis tudingan Pemerintah Amerika Serikat bahwa TikTok mengancam keamanan nasional AS yang di negara ini memiliki 150 juta pengguna aktif setiap bulan.

Menurut statistik App Ape, TikTok yang digunakan di 150 negara memiliki 1 miliar pengguna dan di Amerika Serikat saja sudah diunduh sebanyak 210 juta kali. "Pemerintah AS sejauh ini tak bisa memberikan bukti bahwa TikTok mengancam keamanan nasional AS, tapi berulang kali membuat praduga bersalah dan secara tidak adil menindas perusahaan itu," kata Mao seperti dikutip laman Nikkei Asia, Jumat.

Mao melanjutkan. AS seharusnya menghormati sepenuhnya prinsip-prinsip ekonomi pasar dan kompetisi yang adil.

Pernyataan ini disampaikan sehari setelah CEO TikTok Shou Zi Chew dicecar pertanyaan selama beberapa jam oleh DPR AS dalam dengar pendapat itu.

Para wakil rakyat AS meragukan TikTok bisa menolak Pemerintah China untuk memanfaatkan aplikasi ini sebagai alat memata-matai AS dan menjadi sarana menyebarkan disinformasi yang dibuat oleh Partai Komunis China.

Dalam dengar pendapat itu, Chew mengungkapkan bahwa sejak menjadi CEO TikTok pada 2021, aplikasi berbagi video yang sangat populer di dunia itu, tak pernah diminta menyetorkan informasi para penggunanya di luar negeri, kepada Pemerintah China.

Chew juga membantah tudingan bahwa TikTok menghapus konten-konten berkaitan dengan catatan hak asasi manusia China dan juga Peristiwa Tiananmen 1989.

Eksekutif TikTok yang lahir dan dibesarkan di Singapura serta didikan Barat itu menyatakan justru merekalah yang menganjurkan data pengguna TikTok di AS agar dilindungi.

Chew menegaskan bahwa aplikasi ini, dan juga ByteDance yang menjadi induk perusahaan itu, dimiliki oleh investor-investor global, bukan dikendalikan oleh Pemerintah China. "Intinya, data Amerika disimpan di bumi Amerika oleh perusahaan Amerika yang diawasi oleh pekerja Amerika," kata Chew dalam dengar pendapat yang berlangsung sengit itu.

Sejumlah negara Barat mencurigai TikTok menjadi alat Pemerintah China, bahkan negara-negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris melarang semua aparatur sipil mereka menggunakan aplikasi ini selagi bekerja.

Terakhir Jumat ini, Prancis juga mengambil langkah serupa terhadap TikTok. "Demi menjamin keamanan siber pemerintahan dan pegawai negeri kita, pemerintah memutuskan melarang aplikasi-aplikasi rekreatif seperti TikTok dipakai pada ponsel aparatur negara," cuit Menteri Aparatus Sipil Negara Stanislas Guerini dalam akun Twitter-nya.

 

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement