Sabtu 25 Mar 2023 08:27 WIB

Laporan LSM Ungkap Israel Sahkan Rencana Seribu Rumah Pemukiman di Yerusalem

LSM Peace Now sebut rencana tender pemukiman pengkhianatan terhadap sumpah Netanyahu

Rep: Dwina Agustin/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Pemandangan pemukiman Yahudi Tepi Barat Eli, Selasa, 14 Februari 2023. Pemerintah sayap kanan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengesahkan tawaran pembangunan untuk lebih dari seribu rumah baru di permukiman Yahudi wilayah pendudukan Tepi Barat dan Yerusalem timur. Padahal Israel telah berjanji untuk menghentikan pembangunan permukiman sebagai bagian dari upaya untuk mengekang gelombang kekerasan yang mematikan di wilayah tersebut.
Foto: AP Photo/Ariel Schalit
Pemandangan pemukiman Yahudi Tepi Barat Eli, Selasa, 14 Februari 2023. Pemerintah sayap kanan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengesahkan tawaran pembangunan untuk lebih dari seribu rumah baru di permukiman Yahudi wilayah pendudukan Tepi Barat dan Yerusalem timur. Padahal Israel telah berjanji untuk menghentikan pembangunan permukiman sebagai bagian dari upaya untuk mengekang gelombang kekerasan yang mematikan di wilayah tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pemerintah sayap kanan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengesahkan tawaran pembangunan untuk lebih dari seribu rumah baru di permukiman Yahudi wilayah pendudukan Tepi Barat dan Yerusalem timur. Padahal Israel telah berjanji untuk menghentikan pembangunan permukiman sebagai bagian dari upaya untuk mengekang gelombang kekerasan yang mematikan di wilayah tersebut.

Otoritas Pertanahan Israel menerbitkan tender awal pekan ini. Tender ini akan menggarap  pembangunan 940 rumah di permukiman Tepi Barat Efrat dan Beitar Ilit, serta 89 rumah di permukiman Gilo, yang terletak di atas garis  di tepi selatan wilayah yang diperebutkan pada 1967. Pemukiman besar Efrat terletak jauh di Tepi Barat, dekat kota Bethlehem Palestina.

Kelompok antipemukiman Israel Peace Now mempublikasikan tawaran konstruksi tersebut pada Jumat (24/3/2023). “Ini adalah satu lagi inisiatif konstruksi yang berbahaya dan tidak perlu,” kata kelompok itu.

Peace Now menyatakan, Pemerintah Israel menginjak-injak kemungkinan perjanjian politik di masa depan serta hubungan dengan AS dan negara-negara sahabat.

Kementerian Luar Negeri Palestina mengecam langkah itu sebagai pengkhianatan terhadap sumpah Netanyahu untuk membekukan pembangunan pemukiman. Pemerintah Israel dinilai menunjukkan pengabaian resmi terhadap reaksi Amerika Serikat (AS) dan internasional.

"Keberangkatan yang terang-terangan dan sabotase yang disengaja dari kesepahaman yang dicapai antara pihak Palestina dan Israel di bawah naungan Amerika," ujar Kementerian Luar Negeri Palestina.

Penghinaan baru terhadap Palestina terjadi hanya seminggu setelah pejabat Israel dan Palestina bertemu di kota resor Sharm el-Sheikh di selatan Mesir. Kegiatan itu upaya untuk meredakan ketegangan yang meningkat menjelang bulan suci Ramadhan.

Setelah pertemuan tersebut, Israel mengulangi janji yang dibuat pada pertemuan puncak serupa di Aqaba pada  Februari. Dalam momen itu Israel membekukan sementara persetujuan unit pemukiman baru di Tepi Barat.

Seorang pejabat Israel yang berbicara dengan syarat anonim karena tidak berwenang memberi pengarahan menggambarkan publikasi tender itu sebagai prosedural. “Semua perjanjian yang diselesaikan selama pertemuan puncak bersama baru-baru ini di Yordania dan Mesir dihormati sepenuhnya," ujarnya.

Bulan lalu, pemerintah Israel memberikan persetujuan untuk lebih dari 7.000 rumah baru di permukiman Yahudi di Tepi Barat, termasuk di empat pemukiman liar. Padahal Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengkritik tajam perluasan permukiman Israel dan meningkatnya penentangan dari sekutu Israel, termasuk AS.

Komunitas internasional, bersama dengan Palestina, menganggap pembangunan pemukiman ilegal atau tidak sah. Lebih dari 700 ribu orang Israel sekarang tinggal di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Yerusalem timur.

Tawaran pembangunan permukiman datang dengan latar belakang ketegangan yang meningkat dengan Palestina. Ditambah lagi krisis nasional di Israel atas rencana pemerintah untuk merombak sistem peradilan yang dikhawatirkan para kritikus akan membawa Israel ke arah otokrasi.

Sejak awal 2023, setidaknya 86 warga Palestina, baik militan maupun warga sipil, telah meninggal dalam serangan Israel di seluruh Tepi Barat. Perhitungan ini menjadikan awal tahun yang paling mematikan dalam lebih dari dua dekade. Setidaknya 13 warga sipil dan satu petugas polisi mati selama periode yang sama dalam serangan Palestina terhadap Israel.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement