Sayangnya masuknya kekayaan asing juga tidak disambut baik oleh semua orang di Singapura. Sementara sebagian besar perumahan Singapura oleh undang-undang diperuntukkan bagi warga Singapura. Hal itu, telah mengisolasi sebagian besar pasar dari pembelian asing, masuknya uang telah dirasakan di daerah lain.
“Saya telah mendengar cerita tentang pengeluaran gila-gilaan oleh orang Cina daratan yang baru tiba,” kata Chiu. "Dan saya juga secara pribadi menemukan bahwa ketika saya ingin pergi berbelanja akhir-akhir ini barang-barang jauh lebih mahal atau terjual habis dibandingkan sebelumnya, yang menurut saya ada hubungannya dengan semua uang asing yang mengalir masuk ke Singapura."
Seorang Guru sekolah, Sean Feng mengatakan kenaikan harga pangan yang tajam telah membuat sulit untuk warga Singapura memenuhi kebutuhan dia dan keluarganya.
Singapura mengimpor lebih dari 90 persen makanannya, membuat negara itu rentan terhadap hambatan eksternal. Inflasi makanan melebihi 8 persen pada Januari dan Februari, jauh lebih tinggi daripada tingkat inflasi keseluruhan, menurut Departemen Statistik Singapura.
Tingkat inflasi inti Singapura sebesar 5,5 persen pada bulan Februari berada di antara yang tertinggi di Asia Tenggara dan lebih dari dua kali lipat tingkat yang dialami oleh negara maju Asia lainnya seperti Hong Kong, Jepang, dan Taiwan. Pada bulan Desember, Economist Intelligence Unit menyebut Singapura sebagai kota termahal untuk ditinggali bersama dengan New York City.
“Banyak barang sehari-hari jauh lebih mahal sekarang,” kata Feng. "Saya tahu inflasi buruk di mana-mana beberapa tahun terakhir, tetapi ketika begitu banyak orang dengan begitu banyak uang menetap di sini, itu pasti akan memperburuk keadaan kita."
“Saya hanya berharap Singapura bisa menjadi tempat bagi semua orang yang menganggap kota ini rumah,” kata Chiu, “dan bukan hanya tempat bagi orang super kaya.”