Rabu 29 Mar 2023 07:50 WIB

Malaysia Bakal Hapus Hukuman Mati

Pemerintah Malaysia megajukan RUU untuk menghapus hukuman mati

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
hukuman mati (ilustrasi). Pemerintah Malaysia pada Senin (27/3/2023) mengajukan RUU Penghapusan Mandat Hukuman Mati 2023, serta Revisi Hukuman Mati dan Penjara untuk Kehidupan Alami (Yurisdiksi Sementara Pengadilan Federal) 2023 di Parlemen.
hukuman mati (ilustrasi). Pemerintah Malaysia pada Senin (27/3/2023) mengajukan RUU Penghapusan Mandat Hukuman Mati 2023, serta Revisi Hukuman Mati dan Penjara untuk Kehidupan Alami (Yurisdiksi Sementara Pengadilan Federal) 2023 di Parlemen.

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Pemerintah Malaysia pada Senin (27/3/2023) mengajukan RUU Penghapusan Mandat Hukuman Mati 2023, serta Revisi Hukuman Mati dan Penjara untuk Kehidupan Alami (Yurisdiksi Sementara Pengadilan Federal) 2023 di Parlemen. RUU tersebut diajukan oleh Datuk Seri Azalina Othman Said, seorang menteri di Departemen Perdana Menteri yang bertanggung jawab atas hukum dan reformasi kelembagaan.

RUU akan diperdebatkan selama sidang Parlemen saat ini. RUU tersebut harus disahkan sebelum 4 April, saat sidang berakhir.

Baca Juga

“Penghapusan mandat hukuman mati ditujukan untuk menghargai kesucian hidup setiap individu sambil memastikan keadilan bagi semua orang,” kata Azalina, dilaporkan The Straits Times, Selasa (28/3/2023).

Azalina mengatakan, RUU tersebut mencakup korban pembunuhan dan korban perdagangan narkoba, serta keluarga para korban. Kebijakan di bawah Undang-Undang ini akan menjadi jalan tengah untuk memastikan bahwa keadilan dipertahankan untuk semua.

Di bawah undang-undang yang diusulkan, mereka yang terpidana mati harus mengajukan permohonan peninjauan kembali hukuman mereka dalam waktu 90 hari sejak undang-undang baru mulai berlaku. Terpidana mati akan diizinkan untuk mengajukan permohonan hanya satu kali, dan Pengadilan Federal berwenang untuk memperpanjang jangka waktu 90 hari.

Azalina mengatakan, kedua undang-undang yang diusulkan akan bertindak retrospektif. Undang-undang ini memungkinkan pengadilan untuk merevisi hukuman bagi 840 terpidana mati dan 25 lainnya yang telah gagal dalam permohonan grasi ke Dewan Pengampunan.

“Sebanyak 476 terpidana mati yang belum selesai proses bandingnya di pengadilan juga akan dilindungi undang-undang,” kata Azalina.

Azalina mengatakan, pengadilan akan diberdayakan untuk merevisi sejumlah kasus di mana seorang terpidana dijatuhi hukuman atau sedang menjalani penjara untuk kehidupan alami. Hukuman mereka akan dikurangi menjadi penjara seumur hidup, yaitu antara 30 dan 40 tahun.

Sebanyak 47 narapidana menjalani hukuman penjara seumur hidup. Sementara 70 lainnya ditahan sampai mati setelah hukuman mati mereka diringankan.

Upaya sebelumnya untuk menghapus mandat hukuman mati tidak berhasil, kendati moratorium hukuman gantung telah diberlakukan sejak 2018. Dengan undang-undang yang diusulkan, Pengadilan Federal dapat merevisi hukuman mati dan menggantinya dengan penjara seumur hidup, termasuk antara enam dan 12 pukulan rotan, tergantung pada tindak kejahatan narapidana.

Ada 11 pelanggaran yang semarang dapat dijatuhi mandat hukuman mati wajib.  Ini akan diganti dalam banyak kasus dengan hukuman seumur hidup dan tidak lebih dari 12 pukulan rotan. Namun, hukuman mati masih bisa dijatuhkan, sesuai dengan kebijaksanaan pengadilan. Di antara pelanggaran yang terlibat adalah pembunuhan, tindakan teroris dan penyanderaan.

Undang-undang yang diusulkan juga menghapus hukuman mati berdasarkan Bagian 3 dan 3A Undang-Undang Senjata Api (Peningkatan Hukuman) tahun 1971 di mana kematian tidak terjadi. Azalina mengatakan satu-satunya amandemen yang dibuat pada Bagian 39B Undang-Undang Narkoba Berbahaya adalah menurunkan jumlah pukulan rotan dari minimal 15 pukulan menjadi 12 pukulan.

Tetapi pengadilan akan memiliki lebih banyak keleluasaan dalam memutuskan apakah akan menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati untuk perdagangan narkoba. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement