REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Donald Trump telah didakwa atas kejahatan yang dirahasiakan, kata Kejaksaan New York pada Kamis (30/3/2023). Hal ini menjadikan Trump sebagai mantan presiden Amerika Serikat pertama yang menghadapi tuntutan pidana.
Dakwaan oleh Juri Agung (Grand Jury) New York muncul setelah penyelidikan atas tuduhan bahwa Trump membayar uang suap kepada seorang wanita yang diduga berselingkuh dengannya sebelum pencalonannya yang berhasil dalam pemilihan presiden AS pada 2016.
Grand Jury adalah sekelompok juri, biasanya terdiri dari 23 orang, yang dipilih untuk memeriksa keabsahan tuduhan sebelum persidangan.
Anggota Partai Republik AS berusia 76 tahun itu telah menyatakan akan mengikuti pemilihan pendahuluan Partai Republik dengan harapan bisa dicalonkan untuk mengikuti pemilihan presiden tahun depan.
Keterangan rinci tentang dugaan kesalahan Trump belum diketahui. Tetapi perkembangan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang melibatkan Trump itu diperkirakan akan semakin mengintensifkan persaingan antara blok yang dipimpin oleh Presiden dari Partai Demokrat Joe Biden, dengan oposisi dari Partai Republik menjelang pemilihan presiden AS 2024.
Trump, yang dengan tegas membantah tuduhan tentang penyuapan itu, dalam sebuah pernyataan menyebut bahwa dakwaan oleh Grand Jury New York itu sebagai "penganiayaan politik dan campur tangan pemilu pada tingkat tertinggi dalam sejarah".
Kantor Jaksa Distrik Manhattan Alvin Bragg, seorang pejabat terpilih dari partai Demokrat, mengatakan telah menuntut laporan Trump untuk aksi "tuduhan atas dakwaan Mahkamah Agung, yang masih disegel".
Sejumlah laporan media AS mengatakan Trump kemungkinan akan menghadap ke kantor kejaksaan awal pekan depan.
Dakwaan terhadap Trump muncul setelah otoritas negara bagian New York menyelidiki tuduhan bahwa pihak Trump membayar sekitar 130.000 dolar AS, sebelum pemilihan presiden pada November 2016, kepada seorang bintang film porno yang dikenal dengan nama Stormy Daniels, yang mengklaim punya hubungan perselingkuhan dengan Trump.
Kevin McCarthy, ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS dari Partai Republik, dan anggota senior partai lainnya juga mengecam penyelidikan tersebut.
Trump telah terlibat dalam serentetan penyelidikan sejak dia meninggalkan jabatan presiden, termasuk untuk kasus pemindahan dokumen rahasia yang tidak sepatutnya ke kediamannya di Mar-a-Lago di Florida, serta perannya dalam serangan terhadap Kongres AS oleh massa pendukungnya pada 6 Januari 2021.
Setelah pemilu 2020, Trump menantang hasil pemilu dengan klaim penipuan yang meluas dan mendesak para pendukungnya untuk mengambil tindakan terhadap pengesahan kemenangan Biden.
Organisasi Trump, sebuah bisnis keluarga mantan presiden AS itu, didenda 1,6 juta dolar AS (sekitar Rp23,93 miliar) pada awal tahun ini karena penipuan pajak dan kejahatan lainnya, meskipun Trump sendiri tidak dimintai pertanggungjawaban.
Trump adalah presiden ketiga dalam sejarah AS yang dimakzulkan setelah Andrew Johnson pada 1868 dan Bill Clinton pada 1998. Pada hari-hari terakhir masa jabatannya sebagai presiden, Trump menjadi orang pertama yang menghadapi pemakzulan kedua.
Pemakzulan pertama terhadap Trump terjadi pada Desember 2019, ketika DPR AS menuduhnya menyalahgunakan kekuasaan jabatannya dengan menekan Ukraina untuk menyelidiki Biden dalam upaya meningkatkan peluangnya sendiri untuk terpilih kembali. Dia dibebaskan dari pemakzulan dalam sebuah pemungutan suara di Senat AS dua bulan kemudian.
Tak lama setelah serangan di Gedung Capitol pada Januari 2021, DPR AS kembali memakzulkan Trump atas perannya dalam insiden mematikan itu. Dia dibebaskan dari pemakzulan pada bulan berikutnya.